REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dampak Presiden Pertama Indonesia, Sukarno memang tidak main-main di Indonesia. Sejarawan JJ Rizal menilai Sukarno banyak dijadikan simbol.
"Yang paling menarik setelah masa otoriterianisme yang panjang itu selalu ditutup dan dimulai dengan populisme. Simbol populisme itu salah satu yang paling kuat itu Sukarno," katanya saat ditemui Republika seusai kegiatan diskusi tentang "Nasionalisme Berkebudayaan Pasca-Desukarnoisasi" di Dialectic Gallery, Kota Malang.
Namun, saat ini JJ Rizal justru mengaku, sangat prihatin dengan penggunaan simbol Sukarno. Ia menilai sejumlah kelompok seolah-olah hanya menjadikan Sukarno sebagai "gincu". Artinya, Pendiri Bangsa itu hanya hadir sebagai gambar tapi tidak pada pikiran dan sikapnya dalam bernegara.
JJ Rizal menyebutkan beberapa contoh sikap Sukarno yang tidak tampak pada kelompok-kelompok terkait. Antara lain cara Sukarno dalam menyikapi nasib rakyat kecil, sikap kemanusiaan berkeadilan dan beradab. Kemudian sikap yang berani dan bertanggung jawab serta memahkotai diri dengan ilmu daripada materi.
"Itu semakin hari semakin tidak tampak. Jadi Sukarno memang hadir di mana-mana tapi kita tidak merasa apa yang dibayangkan Bung Karno itu hadir secara pelan-pelan untuk mewujudkannya," ucap dia.
JJ Rizal mencontohkan bagaimana kejahatan kemanusiaan saat ini. Salah satunya mengenai nasib petani yang kurang beruntung. Menurutnya, konsep Marhaenisme-Humanisme yang dijunjung Sukarno tidak tampak di sini.
Selain itu, persoalan serupa juga dapat dilihat dalam pertambangan di Papua. Kemudian masalah pabrik semen di Kendeng dan hutan-hutan di Kalimantan, Sumatera dan Sulwesi. Keberadaan "paru-paru dunia" di daerah-daerah tersebut semakin dihabisi hingga saat ini.
JJ Rizal berharap, masyarakat terutama elit tertentu dapat menggali pemikiran Sukarno seutuhnya. Sebab, bacaan tentang Sukarno secara historis maupun ideologis sangat mudah ditemukan. Sangat disayangkan apabila kelompok-kelompok tersebut tidak memiliki keinginan untuk mempelajarinya.
Menurut JJ Rizal, membaca pemikiran Sukarno melalui sejumlah tulisan itu penting. Masyarakat terutama elit tertentu bisa memahami konsep Nasionalisme Sukarno sesungguhnya. Sebab, Nasionalisme Sukarno pada dasarnya sebuah produk kecerdasan.
"Dan tanpa kecerdasan, kita tidak akan bisa memahami Nasionalisme Sukarno. Bagaimana kita bisa punya kehidupan elit cerdas, kalau elitnya tidak ada punya cerita dengan buku? Itu problem besarnya," kata dia.