REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden, Prof KH Ma'ruf Amin, membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Rabithah Alawiyah di Hotel Crowne, Jakarta pada Jumat (6/12). Dalam pidatonya Wapres menyampaikan tanggung jawab semua elemen bangsa terhadap umat dan bangsa.
"Paling tidak kita punya dua tanggung jawab besar yang harus kita lakukan, yakni tanggung jawab keumatan dan tanggung jawab kebangsaan serta kenegaraan," kata KH Ma'ruf saat menyampaikan pidato di pembukaan Mukernas Rabithah Alawiyah, Jumat (6/12) malam.
Dia menyampaikan, di antara tanggung jawab keumatan itu, tetap menjaga umat dari akidah-akidah yang menyimpang. Akidah yang menyimpang itu contohnya orang yang mengaku Nabi dijadikan panutan. Dulu ada orang yang mengaku bisa menggandakan uang, banyak orang percaya dan menjadi pengikutnya.
Selain itu, dia menyampaikan, menjaga umat dari cara berpikir yang menyimpang. Yakni cara berpikir yang keluar dari manhaj yang benar.
"Manhaj yang kita kenal sekarang yaitu cara berpikir atau metode berpikir moderat atau manhaj rahmatan lil ‘alamin, cara berpikir Islam yang rahmatan lil 'alamin," ujarnya.
Wapres mengatakan, tanggung jawab keumatan selanjutnya menjaga umat dari gerakan-gerakan ekstrem dan menyimpang. Sebab gerakan itu bisa menimbulkan berbagai masalah dan kegaduhan. Kemudian menjaga umat dari muamalah yang tidak sesuai dengan syariah. Oleh karena itu dikembangkan ekonomi syariah dan bank syariah supaya ekonominya sesuai dengan syariah.
Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin (kanan) bepelukan bersama Ketua Rabithah Alawiyah Habib Zen Bin Umar (kedua kanan) disaksikan Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad (kedua kiri), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid (kiri) saat pembukaan Mukernas Rabithah Alawiyah di Hotel Crowne, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta (6/12).
"Kita juga menjaga umat dari mengkonsumsi meminum (dan makanan) yang tidak halal, karena itu kita kembangkan upaya-upaya untuk melakukan sertifikasi halal. Kita juga melakukan perbaikan umat baik dalam segi pendidikan maupun ekonomi," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia mengatakan, MUI mengusung arus baru ekonomi Indonesia. Intinya pemberdayaan ekonomi umat. Sebab umat Islam menjadi bagian terbesar bangsa Indonesia tapi paling lemah ekonominya.
Menurut dia, sistem ekonomi yang dulu mengarah kepada penguatan kelompok konglomerat. Sehingga semakin terjadi kesenjangan antara yang kuat dan lemah. "Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional kita, kita balik yaitu menggunakan pembangunan dari bawah ke atas, yaitu pemberdayaan ekonomi umat," jelasnya.
Wapres juga menyampaikan, jangan sampai umat berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Sebab tidak akan mungkin tercapai tujuan tanpa adanya gerakan bersama. Maka umat perlu menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada.
Kiai Ma’ruf memberikan apresiasi yang tinggi kepada Rabithah Alawiyah. Karena kepedulian Rabithah Alawiyah terhadap masalah keumatan dan masalah kebangsaan serta kenegaraan.