REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tujuh radiation portal monitor (RPM) telah dipasang di sejumlah pelabuhan di Indonesia. RPM berfungsi mencegah keluar-masuknya barang beradioaktif sebagai antisipasi terhadap ancaman keamanan dan ketertiban dalam negeri.
"Ada tujuh unit RPM, yang terbaru di pasang di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang," kata Penanggung Jawab Kegiatan Perekayasaan RPM Joko Trianto, Senin (9/12).
Perekayasa di Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) ini mengatakan sebagian besar RPM yang dipasang itu merupakan hibah dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). RPM itu dipasang di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Belawan di Medan, Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makasar, Pelabuhan Batu Ampar di Batam, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang.
Ia mengatakan pemasangan RPM ini masih jauh dari mencukupi. Sebab, jumlah pelabuhan di Indonesia mencapai 172 pelabuhan. Selain itu, objek vital, perbatasan darat dan bandara juga perlu dipasang.
"Total ada 172 pelabuhan laut yang baru dipasang RPM, tapi baru tujuh pelabuhan dan satu pintu, sedangkan untuk pelabuhan besar biasa lebih dari satu pintu," katanya.
Radiation Portal Monitor (RPM) adalah portal monitor radiasi yang dipasang tetap untuk melakukan screening atau pemeriksaan terhadap sumber radiasi gamma dan atau neutron secara otomatis. Ia menjelaskan RPM sangat diperlukan untuk dipasang di pintu keluar dan masuk perbatasan, pelabuhan laut, bandar udara, objek vital dan fasilitas nuklir.
RPM ini diperlukan juga dalam industri peleburan baja untuk mendeteksi radiasi dari bahan baku (scrappy metal) sehingga didapat hasil produk yang bebas kontaminasi dari bahan pemancar radiasi atau zat radioaktif.
BATAN telah menghasilkan dua jenis prototipe RPM dengan menggunakan sumber dana DIPA Batan yaitu PMR15 dan PMR16. PMR15 dipasang di pintu masuk keluar kantor BATAN di Pasar Jumat, Jakarta, dan PMR 16 dipasang di Main Gate Security (MGS) BATAN di Serpong, Tangerang Selatan.
BATAN bersama PT LEN, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) membuat Konsorsium pengembanagan RPM. Pendanaannya, berasal dari Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) Kementerian Riset dan Teknologi melakukan pengembangan perekayasaan RPM dan telah berhasil menghasilkan prototipe RPM yang diberi nama RPM-PPTI.
Joko mengatakan RPM-PPTI sudah diuji di lingkungan yang sebenarnya melalui uji terap. Sekarang, dalam tahap proses untuk mendapatkan sertifikasi produk oleh Komisi Standardisasi BATAN. Dalam Konsorsium RPM tersebut, BATAN mengembangkan sistem deteksi, Fakultas MIPA UGM mengembangkan perangkat lunak dan kendali RPM, dan PT LEN mengembangkan komunikasi data dan yang akan memproduksi dan menjual RPM.
Dalam mengembangkan dan membuat RPM, salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya komponen detektor yang harus impor dari luar negeri. Dia mengatakan belum ada industri dalam negeri yang memproduksi detektor.
"Untuk tipe RPM-PPTI yang akan melakukan menjual dan pemasaran adalah PT LEN, tapi belum ada perjanjian kerja sama komersialisasi. Untuk PMR15 dan PMR16 belum ada kerja sama komersial dengan industri," katanya.
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jazi Eko Istiyanto mengatakan Indonesia baru menghasilkan prototipe RPM melalui konsorsium RPM yang melibatkan BATAN, LEN dan UGM. Dalam menghasilkan prototipe RPM, digunakan komponen elektronika dan detektor impor karena tidak ada pabrik komponen dan detektor di Indonesia.
Konsorsium tersebut berhasil merakit dan menghasilkan program komputer ditulis sendiri untuk kendali dan komunikasi data, serta rancangan yang optimal dari segi biaya.
Sebanyak tiga RPM telah dipasang di istana karena ada tiga gerbang. Selain itu juga dipasang rooftop radiation data monitoring systems (RDMS). Pemasangan itu ditujukan untuk melindungi Presiden Republik Indonesia dari bahaya radiasi nuklir oleh pihak yang tidak bertanggung jawab misalnya pihak yang memasukkan zat radioaktif via gerbang atau via drone.
Sejumlah RPM yang terpasang di pelabuhan utama bertujuan untuk mendeteksi impor atau ekspor nuklir ilegal.
"Kami berharap pekerjaan konsorsium RPM dilanjutkan untuk terus menaikkan technology readiness level dan kemudian PT LEN, misalnya, dapat memroduksinya," katanya.
Menurut Jazi, radiasi nuklir tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga mengandalkan detektor nuklir.