REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara memberikan kompensasi terhadap empat korban dari tiga peristiwa terorisme berbeda. Nilai kompensasi yang diberikan kepada empat orang korban terorisme itu mencapai Rp 450.339.525. Jumlah tersebut sesuai dengan penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diajukan melalui tuntutan jaksa penuntut umum.
Nilai kompensasi yang diberikan kepada masing-masing korban bervariasi tergantung jenis kerugian yang dialami. Terhadap korban meninggal dunia pada kasus terorisme Cirebon, Jawa Barat, mendapatkan kompensasi sebesar Rp 286.396.000.
Sementara untuk dua korban terorisme di Tol Kanci-Pejagan mendapatkan kompensasi masing-masing sebesar Rp 51.706.168 dan Rp 75.884.080. Kemudian satu korban lagi, dari penyerangan teroris di Pasar Blimbing, Lamongan, Jawa Timur, mendapatkan kompensasi sebesar Rp 36.353.277.
Bantuan kompensasi tersebut diberikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (13/12). Mahfud mengatakan, pemberian kompensasi ini dilakukan setelah melalui proses pengadilan.
"Itu (pemberian kompensasi) berlaku sejak 2018. Sebab itu kan undang-undangnya baru tahun 2018. Tapi, kemudian ada yang minta yang dulu-dulu ke mana? Lalu dihitung-hitung mundur bisa sampai Bom Bali I dan seterusnya," ungkap Mahfud selepas kegiatan.
Sejauh ini, berdasarkan data sementara yang ia miliki, ada sekitar 800 korban dari kejadian terorisme yang dapat diberikan kompensasi. Lamanya pemberian kompensasi itu tergantung pada kinerja LPSK dalam melakukan penghitungan jumlah kompensasi yang akan diberikan kepada masing-masing korban.
Penyerahan kompensasi kepada korban disaksikan oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo. Putusan majelis hakim yang memutuskan memberi kompensasi kepada korban terorisme di Cirebon dan Lamongan menambah deretan perbantuan LPSK terhadap korban tindak pidana terorisme untuk mendapatkan haknya berupa ganti rugi dari negara alias kompensasi.
Kasus tindak pidana terorisme Tol Kanci-Pejagan dan Cirebon, dengan terdakwa Suherman alias Abu Zahra, telah selesai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dengan vonis hukuman mati terhadap pelaku. Sedangkan kasus tindak pidana terorisme Lamongan, dengan tersangka Eko Ristanto, disidangkan di PN Jakarta Barat.
LPSK mencatat, jumlah korban terorisme yang telah mendapat layanan hingga saat ini ada sebanyak 489 orang dengan jumlah layanan mencapai 974 layanan. Jumlah tersebut terdiri dari 210 layanan pemenuhan hak prosedural, 127 layanan medis, 92 layanan psikologis, 179 layanan psikososial, 10 layanan perlindungan fisik, dan 357 fasilitasi pemberian kompensasi.
"Terkait kompensasi, LPSK telah berhasil menunaikan hak kepada 50 korban terorisme dengan total nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp 4.281.499.847," jelas Hasto.
Hasto juga mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada Mahfud MD yang telah bersedia menyampaikan langsung kompensasi kepada korban terorisme. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Mahfud MD merupakan wujud perhatian negara kepada korban yang mengalami penderitaan akibat peristiwa terorisme.
“Ini membuktikan adanya keseriusan negara, terutama pemerintah, untuk hadir memberikan perhatian dan keadilan kepada masyarakat khususnya korban terorisme,” ujar dia.
Meski begitu, ia berharap, pemberian bantuan kompensasi kepada korban terorisme selanjutnya dapat diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Saat ini, kata dia, terdapat beberapa kasus terorisme yang masih dalam tahap persidangan, seperti kasus terorisme di Poso dan Sibolga. Hasto mengungkapkan, selama ini pihaknya sudah menjalin kontak dengan pihak Istana, tapi belum mendapatkan respons positif.
“Bila Presiden berkenan memberikan bantuan kepada para korban secara langsung tentu akan menjadi sejarah baru dan menimbulkan kesan positif, karena hal itu memang sejalan dengan agenda Nawacita yang selama ini didengungkan oleh Presiden,” jelas Hasto.