REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang berencana ikut ambil bagian pada kontestasi politik Pilkada Solo pada 2020 mengaku tidak resah dengan tudingan politik dinasti yang dilontarkan oleh sejumlah pihak. Gibran menyatakan tetap mengikuti tahapan pilkada sebagaimana mestinya.
"Ini kan untuk kontestasi, saya bisa menang bisa kalah, bisa dipilih bisa tidak," katanya di Solo, Selasa (17/12).
Gibran mengatakan, yang penting baginya adalah tidak ada penunjukan dari pihak tertentu terkait keikutsertaannya tersebut karena langkah itu merupakan keinginannya sendiri. Menurut dia, apa pun hasilnya diserahkan kepada masyarakat.
"Dipilih monggo, tidak dipilih ya silakan," katanya.
Ia juga mengatakan, pada kontestasi tersebut tidak ada perlakuan istimewa yang diperolehnya. Bahkan, layaknya calon peserta lain, banyak tahapan yang harus dilaluinya.
"Semua mekanisme partai saya lalui," katanya.
Sementara itu, meskipun pihaknya belum mendirikan posko pemenangan secara resmi, saat ini sudah mulai banyak posko relawan yang ada di sejumlah titik. Dalam waktu dekat pihaknya akan mendirikan posko sendiri secara resmi.
"Sekarang ada tetapi posko tertutup, ini posko relawan. Setiap hari saya muterin (berkeliling)," katanya.
"Memang harus ada posko sendiri. Nanti kami kasih tahu bulan Januari atau Februari," katanya, menambahkan.
Hasil survei Median menyatakan, majunya Gibran sebagai bakal calon wali kota Solo dinilai sebagai bentuk nepotisme. Sebesar 18,9 persen berependapat demikian. Besaran angka yang sama juga menyebut bahwa anak pertama Jokowi ini masih belum berpengalaman sebagai pemimpin daerah.
Sebagian masyarakat menilai, bahwa majunya Gibran sebagai bakal calon wali kota Solo ini juga sebagai bentuk dinasti politik Jokowi. Meski bukan suara dominan, 41,6 persen dari responden berpendapat demikian. Sebesar 55,5 persen mengatakan sebaliknya dan 2,9 persen mengaku tidak tahu.
Dalam rentangan umur, masyarakat yang berpendapat bahwa majunya Gibran sebagai bentukan dinasti politik berada di 40-49 tahun (47,6 persen), 50-59 tahun (63 persen), di atas 60 tahun (55,6 persen). Sedangkan kalangan pemilih muda beranggapan bahwa majunya Gibran bukan bentuk dinasti politik. Dari usia 17-19 tahun (68,5 persen), 20-29 tahun (70,3 persen) dan 30-39 tahun (63 persen).
Menurut Direktur Eksekutif Median Rico Marbun, isu dinasti politik akan menjadi isu yang berpengaruh cukup kuat untuk bermain di kota Solo. Publik, dia mengatakan, menganggap isu dinasti cukup besar sehingga ada pembelahan yang terjadi dari segi usia.
Dia mengatakan, kalau sekiranya dinasti politik membesar itu bahkan menemukan momentumnya itu akan mengancam elektabilitas Gibran. Sebaliknya, dia melanjutkan, kalau isu ini bisa menyusut dikendalikan artinya membuktikan bahwa Gibran pantas untuk menjadi pemimpin.
"Alasannya itu nanti bisa dikembangkan timses. Dan kalau seperti itu Gibran mungkin saja bisa mengalahkan Achmad Purnomo dalam waktu sembilan bulan," katanya.
Survei Pilkada Kota Solo ini dilakukan Median kepada seluruh warga yang memiliki hak pilih. Responden dipilih secara acak dengan metode multistage random sampling atas populasi kecamatan dan gender.
Survei dilakukan pada 3 hingga 9 Desember selama dinamika politik yang terjadi. Riset melibatkan 800 responden dengan margin of error sebesar sekitar 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.