REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Puluhan pengunjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat Aceh menggelar aksi turun ke jalan membela Muslim Uighur yang dilaporkan tertindas di negaranya, Tiongkok.
Aksi dipusatkan di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa (25/12). Peserta unjuk rasa, selain kalangan Muslim, juga diikuti seorang warga keturunan Tionghoa.
Aksi mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Saat aksi berlangsung, polisi menutup satu persimpangan pada lalu lintas tersebut. Tidak terjadi kemacetan akibat unjuk rasa elemen masyarakat Aceh tersebut.
Dalam aksinya, massa mengusung spanduk bertuliskan "Bebaskan Muslim Uyghur" dan "Terima Kasih dari Rakyat Aceh untuk Mesut Ozil, pesepak bola Arsenal dan Khabib Nurmaged, petarung Rusia".
Reki bin Nyak Wang, koordinator aksi, dalam orasinya mendesak Pemerintah Indonesia bersikap dan membantu Muslim Uighur yang ditindas Pemerintah Tiongkok.
"Apa yang dilakukan terhadap Muslim Uighur merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Selama ini, hanya Aceh yang melaksanakan syariat Islam selalu dituduh melanggar HAM. Padahal, apa yang dilakukan terhadap muslim Uighur lebih parah lagi," kata dia.
Oleh karena, Reki bin Nyak Wang meminta Presiden RI Joko Widodo memperjuangkan agar Muslim Uighur terlepas dari penindasan Pemerintah Tiongkok.
"Kami juga mendesak Pemerintah Aceh ikut berperan membantu muslim Uighur. Masyarakat Aceh hidup sangat toleransi dan berdampingan dengan siapa saja," kata Reki bin Nyak Wang.
Senada juga diungkapkan Harianto, peserta aksi dari warga keturunan Tionghoa. Lelaki 39 tahun tersebut menegaskan tidak mentoleransi penindasan terhadap Muslim Uighur di China.
"Kami sangat prihatin bila ada umat beragama di muka bumi ditindas dan dizalimi. Beredarnya informasi mengenai penindasan Muslim Uighur di China membuat kehidupan bermasyarakat dan berbangsa terasa kurang nyaman," sebut Harianto.
Oleh karena itu, Harianto meminta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh berperan aktif meminta penjelasan konkret dari Pemerintah China untuk disampaikan kepada masyarakat dunia.
"Kami juga meminta pemerintah memfasilitasi untuk memantau langsung kondisi sebenarnya serta meminta keterangan langsung dari Pemerintah China dan muslim Uighur," kata Harianto.