Jumat 27 Dec 2019 22:19 WIB

PT KCI Ajak Masyarakat Lawan Pelecehan di KRL

KCI mencatat 35 kasus pelecehan berasal dari keberanian korban untuk melapor

Sejumlah calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Sejumlah calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (29/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  PT Kereta Commuter Line Indonesia sebagai operator Kereta Rel Listrik mengajak masyarakat untuk melawan pelecehan seksual di transportasi umum termasuk di KRL.

Dalam kaitan itu, KCI menggandeng Koalisi Ruang Publik Aman dan komunitas Anker (Anak Kereta) Twitter untuk sosialisasi lawan pelecehan seksual di KRL.

"Tidak hanya lewat 'standing banner' di 80 stasiun yang kami sebar, tetapi melibatkan media sosial, kemudian mengajak masyarakat siapa saja melawan pelecehan seksual," ujar Anne di Jakarta, Jumat (27/12).

Anne berharap kampanye yang gencar dilakukan bersama sejumlah komunitas tak hanya untuk mencegah pelecehan seksual di dalam kereta, namun mendorong keberanian dari korban maupun saksi melaporkannya ke pihak berwenang.

KCI mencatat sebanyak 35 kasus pelecehan seksual tahun 2019 berasal dari keberanian saksi maupun korban melaporkan pelecehan seksual. "Ini meningkat dibanding tahun 2018 dimana ada 34 kasus dan di tahun 2017 hanya 18 kasus yang dilaporkan," kata Anne.

Pihaknya gencar lakukan sosialisasi pencegahan pelecehan seksual di sejumlah titik, baik di dalam gerbong maupun di area stasiun dengan mengaktifkan petugas dalam kereta dan peron yang bertindak aktif menangani kasus secara tepat dan sesuai prosedur.

Selain itu, korban dan pelapor dapat menghubungi nomor telepon 021121 untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialami hingga mendapat pendampingan KCI kepada pihak Kepolisian.

Berdasarkan survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), pelecehan seksual di KRL menempati urutan ketiga dengan 18,14 persen untuk jenis pelecehan seksual yang terjadi di moda transportasi umum."Pelecehan yang sering terjadi mulai dari bentuk verbal, fisik dan non fisik," kata perwakilan Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) Rika Rosvianti.

Dia menyatakan, sangat penting korban pelecehan melaporkan kejadian yang dialaminya karena mayoritas mereka mengaku takut privasinya terganggu hingga berujung pelaporan pelaku atas pencemaran nama baik. "Penting untuk masyarakat tahu beragam bentuk pelecehan ini agar dapat dipahami dan mau mengintervensi atau melaporkan saat mengetahuinya," kata Rika.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement