REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump gagal menyakinkan Partai Demokrat dan beberapa anggota Partai Republik pembunuhan komandan militer Iran Qassem Soleimani diperlukan karena ia ancaman nyata. Kongres pun menjadwalkan pemungutan suara tentang kendali presiden dalam menggelar perang.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Menteri Pertahanan Mark Esper, Kepala Staf Gabungan Mark Milley dan Direktur CIA Gina Hespel melakukan rapat tertutup dengan 532 anggota Kongres. Mereka membahas keputusan Trump dalam memerintahan serangan drone yang membunuh Soleimani pekan lalu.
Setelah sesi tersebut sebagian besar anggota dari Partai Republik memuji pemerintah dan Trump atas serangan terhadap Soleimani. Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS Senator Jim Risch mengatakan rapat salah satu rapat terbaik yang pernah ia hadiri dan pemerintahan memberikan 'informasi yang sangat jernih'.
Partai Demokrat dan setidaknya dua anggota Partai Republik menilai pemerintah tidak memberikan bukti yang mendukung penilaian Trump dan komandan militer AS bahwa Soleimani 'ancaman nyata' terhadap Amerika. Perbedaan pendapat tersebut menunjukkan dalamnya perpecahan di Capitol Hill. Demokrat menilai pemerintah tidak bisa membenarkan pembunuhan pemimpin negara asing di negara ketiga.
"Tema dasarnya adalah pemerintah pada intinya mengatakan 'percaya kami', dan itu yang menjadi intinya, saya tidak yakin siapa yang saya percayai dan apa yang saya percayai dalam isu ini karena kami diberitahu begitu banyak hal yang sangat mengganggu saya," kata ketua Komite Hubungan Luar Negeri House of Representative Eliot Engel, Kamis (9/1).
Tidak lama usai rapat itu Ketua House Nancy Pelosi mengatakan House akan menggelar pemungutan suara tentang resolusi wewenang perang, paling cepat pada Kamis ini.
"Anggota Kongres memiliki kekhawatiran serius, mendesak tentang keputusan pemerintah terlibat permusuhan dengan Iran dan ini tentang lemahnya strategi bergerak maju," katanya.
Resolusi wewenang perang mengarah pada membatasi kekuasaan Trump dalam menggunakan militer AS melawan Iran, kecuali bila Kongres mendeklarasikan perang atau memberikan otorisasi penggunaan kekuatan militer.