Kamis 09 Jan 2020 21:35 WIB

Kode 'Siap Mainkan' di Suap Komisioner KPU

Komisioner KPK diduga menerima suap terkait pergantian antar waktu politikus PDIP.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (kedua kiri) bersama Ketua KPU Arief Budiman (kiri), Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) dan penyidik memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers terkait kasus suap penetapan Anggota DPR periode 2019 - 2024 atas PAW Anggota DPR Fraski PDIP Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (kedua kiri) bersama Ketua KPU Arief Budiman (kiri), Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) dan penyidik memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers terkait kasus suap penetapan Anggota DPR periode 2019 - 2024 atas PAW Anggota DPR Fraski PDIP Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mengungkapkan adanya kode "siap mainkan" dalam percakapan antara Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Hal itu terkait upaya untuk meloloskan salah satu kader PDIP ke Senayan lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

"‎Agustiani  mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari caleg PDIP Saeful kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun yang juga politisi PDIP dan Wahyu menyanggupi membantu dengan membalas: “Siap, mainkan!”," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK, Kamis (9/1).

Baca Juga

Lili menuturkan, dalam kontruksi perkara, pada Juli 2019, salah satu ‎pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni (Advokat) mengajukan‎ gugatan uji materi tentang pemungutan dan penghitungan suara terkait meninggalnya caleg terpilih PDIP Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung dan kemudian menetapkan partai adalah penentu suara dan Pengganti Antar Waktu (PAW). Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Namun KPU dalam plenonya menetapkan Riezky Aprilia sebagai PAW.

Bermula dari hal tersebut, Saeful menghubungi Agustiana Tio Fredelina, mantan Anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu Setiawan. Sebagai imbalan menjadikan Haris PAW, Wahyu  meminta dana operasional Rp900 juta.

Pemberian dilakukan dua tahap, pertengahan dan akhir Desember 2019.

"Salah satu sumber dana (sedang didalami KPK) memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada WSE melalui ATF, DON dan SAE," ungkap Lili.

‎Wahyu menerima uang dari dari Tio sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Akhir  Desember 2019, Harun kembali memberi uang ke Saeful ‎Rp850juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

"SAE memberikan uang Rp150juta pada DON. sisanya Rp700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp450 juta pada ATF, Rp250 juta untuk operasional. Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU,"terang Lilik.

‎Pada Rabu (8/1), Wahyu meminta sebagian uangnya yang disimpan Tio. KPK pun bergerak melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). "Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang RP400 juta yang berada di tangan ATF dalam

bentuk Dollar Singapura," terang Lili.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful.

Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Penetapan tersangka ini dilakukan KPK setelah memeriksa intensif delapan orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (8/1) kemarin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement