Jumat 10 Jan 2020 08:51 WIB

Becermin dari Kasus Reynhard, Waspadai Peredaran GHB

GHB miliki efek seperti narkotika. Pemakaian berbulan-bulan akan buat ketergantungan.

Red: Budi Raharjo
Kasus Reynhard Sinaga di media Inggris
Foto: Daily miror
Kasus Reynhard Sinaga di media Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kajian Obat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Rika Yuliwulandari mengatakan, obat Gamma-hydroxybutyrate atau GHB yang digunakan Reynhard Sinaga untuk membius para korbannya dipasarkan secara ilegal. Obat tersebut tidak terdaftar sebagai obat esensial.

Rika berujar, sebelumnya juga sempat booming terkait ditemukannya obat GHB di Korea Selatan. Di Korea, obat GHB digunakan di dalam klub-klub malam untuk bersenang-senang. “Jadi saya rasa mungkin di Indonesia (juga) ada, tapi mungkin black market. Yang tidak ofisial dan legal diresepkan untuk pasien,” kata Rika kepada Republika, Kamis (9/1).

Baca Juga

Sebenarnya, sambung Rika, obat GHB bisa digunakan juga sebagai terapi suatu penyakit. Namun sayangnya, dibandingkan manfaatnya, jauh lebih banyak dampak negatif di dalam GHB. "Akhirnya, obat lain lebih banyak diresepkan (daripada GHB),” kata Rika.

Dia menjelaskan, GHB memiliki efek seperti narkotika. Pemakaian yang berkelanjutan berbulan-bulan akan menimbulkan ketergantungan.