Senin 13 Jan 2020 14:48 WIB

Jangan Jadikan Jiwasraya Komoditas Politik

Nasabah menganggap pembentukan pansus hanya akan mempolitisasi Jiwasraya.

Nasabah Jiwasraya meminta penyelesaian kasus Jiwasraya berfokus ke pengembalian dana nasabah.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Nasabah Jiwasraya meminta penyelesaian kasus Jiwasraya berfokus ke pengembalian dana nasabah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Antara

Penyelesaian kasus Jiwasraya menjadi perhatian nasabahnya. Nasabah hanya meminta agar uang mereka bisa kembali.

Baca Juga

Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Agung Setiawan meminta orientasi utama dalam penyelesaian kasus Jiwasraya adalah mengembalikan dana milik nasabah. Agung mengaku mendukung langkah pemerintah yang sedang melakukan penyelesaian, baik dari aspek hukum hingga aspek bisnis.

Dari aspek hukum, kata Agung, perlu ada kejelasan tentang siapa aktor yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini. Selain itu, Kementerian BUMN juga bergerak untuk memulihkan kondisi perusahaan.

"Kalau aspek hukum oke kita dorong, tapi kalau uang kita tidak kembali ya apa gunanya bagi kita," ujar Agung saat dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Senin (13/1).

Oleh karenanya, Agung meminta aksi penyelesaian Jiwasraya dilakukan secara efektif agar dana nasabah dapat kembali. Agung mengaku tidak sepakat dengan rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hendak membentuk panitia khusus (pansus) Jiwasraya.

Agung menilai model penyelesaian melalui ranah politik berpotensi merugikan kepentingan nasabah. Agung merujuk pada pansus kasus Century yang pada ujungnya tidak semua dana nasabah teebayarkan.

"Pansus ini tidak ada jaminan uang kita dikembalikan. Kita tidak mau ini terlalu diseret ke ranah politik karena akan gaduh," ucap Agung.

Agung menilai pembentukan pansus justru akan mengganggu aksi korporasi dan strategi yabg dibangun Kementerian BUMN untuk menyelamatkan Jiwasraya. Menurut Agung, apabila proses penyelesaian Jiwasraya berlarut-larut, maka realisasi pengembalian dana nasabah juga semakin lama.

"Sebenarnya kita juga bingung kalau ini diseret pada ranah politik. Kepentingan kita jangan ditelantarkan dengan isu politik, jadi isu pansus tidak beri jaminan bagi kita," kata Agung.

Agung meminta DPR melakukan  langkah yang efektif untuk mengembalikan dana nasabah dan tidak mengambil jalur pansus yang tidak efektif dan sudah terbukti penanganannya pada beberapa kasus sebelumnya. "Kita khawatir dan menolak kasus ini dijadikan komoditas politik, kita maunya kasus ini fokus kembalikan uang kita," ungkap Agung.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta penanganan kasus Jiwasraya fokus pada upaya pengembalian uang nasabah. YLKI juga mengkhawatirkan upaya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh Dewan Perwakilan Rakyat hanya untuk menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik semata dan tidak memberi jaminan kepada pengembalian uang nasabah.

"Siapa yang berani menjamin dengan pembentukan Pansus uang nasabah akan kembali? YLKI menegaskan orientasi penaganan kasus Jiwasraya adalah agar uang nasabah kembali, jangan sampai kisruh politik malah nasib nasabah terombang ambing," kata pengurus YLKI Agus Suyanto dalam keterangan tertulis.

Agus menyampaikan apabila pada akhirnya Pansus menyetujui upaya penyelamatan (bailout), bukan tidak mungkin hal itu akan menjadi bancakan baru layaknya kasus Century yang belum selesai higga sekarang. "Berkaca pada Century dulu, bailout yang dilakukan malah dibancak kembali. Jadi kita khawatir kasus ini menguap begitu saja," kata Agus.

Oleh karena itu, lanjut Agus, DPR semestinya mendukung langka-langka penyelamatan Jiwasraya dan tidak menyeret kasus ini menjadi komoditas politik.

Usulan Pansus

Fraksi PKS DPR RI secara resmi mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya. "Pimpinan dan anggota DPR yang saya hormati. Dengan mengucap Bimisllahirrahmanirrahmi, Fraksi PKS DPR mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya," kata anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS Anis Byarwati dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Usulan tersebut disampaikan secara resmi dalam Rapat Paripurna ke 7 DPR dengan agenda Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019-2020. Dia mengatakan, spektrum yang luas dan kompleksitas pada sektor keuangan beserta pasar modal menjadi alasan kuat untuk segera dibentuk Pansus.

Pansus Jiwasraya itu nantinya terdiri dari Komisi XI terkait soal keuangan, Komisi VI terkait BUMN, Komisi III terkait penegakan hukum, dan juga Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

"Yang lebih penting adalah pansus bukti bahwa negara hadir melindungi rakyatnya. Pansus adalah bukti keseriusan DPR sebagai wakil rakyat dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya," ujarnya.

Menurut dia, mekanisme Pansus juga akan tepat untuk memastikan pemenuhan keadilan dan hak bagi nasabah masyarakat kecil Jiwasraya dan mengawal penegakan hukum agar adil dan akuntabel.

Dia menduga, kasus Jiwasraya merupakan bentuk penipuan yang terorganisasi dengan pola kecurangan pada sektor keuangan yang canggih dan kompleks. Karena itu Anis menilai kasus tersebut harus diungkap secara transparan dan akuntabel termasuk 13 manajer investasi yang mengelola reksadana dan saham terkait.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin Rapat Paripurna DPR, menyatakan usulan Fraksi PKS untuk membentuk Pansus Jiwasraya akan ditampung dan dibahas kemudian. "Usulan dari PKS akan ditampung dan dibicarakan dalam kesempatan yang disediakan untuk soal Pansus Jiwasraya," kata Dasco.

Saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah menyidik kasus korupsi Jiwasraya yang menyebabkan negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 Triliun. Sehubungan dengan upaya penyidikan, BPK pun telah melakukan pencekalan mulai dari mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Mantan Direktur Keuangan, Hary Prasetyo, Mantan Direksi Pemasaran, Dw Yong Adrian, hingga pelaku pasar modal yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrospautro.

Selain itu, BPK juga diketahui sedang membidik tindak tanduk General Manager Keuangan dan Produksi Jiwasraya, Syahmirwan dan Mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya, Agustin Widhiastuti dalam dugaan korupsi ini.

Mengenai skema pemulihan Jiwasraya, Pemerintah  telah menyiapkan setidaknya tiga inisiatif yakni penjualan PT Jiwasraya Putra (anak perusahaan), menerbitkan obligasi subordinasi (subdebt) yang dapat dikonversi menjadi saham, dan membuat produk reasuransi dengan investor.

Pemeriksaan Saksi

Hari ini (13/1), Kejaksaan Agung menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya. "Tujuh orang saksi dijadwalkan memenuhi panggilan tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Senin," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, saat dihubungi.

Ketujuh orang tersebut adalah Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Bursa Efek Indonesia Goklas AR Tambunan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 Bursa Efek Indonesia Vera Florida, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi Bursa Efek Indonesia Endra Febri Setyawan, mantan Direktur PT. OSO Manajemen Investasi Lies Lilia Jamin, Syahmirwan, dan Kepala Divisi Perusahaan 1 Bursa Efek Indonesia Adi Pratomo Aryanto.

Hingga Kamis (9/1) ,tercatat ada 27 saksi yang telah diperiksa Kejagung terkait kasus Jiwasraya. Penyidikan kasus ini terus dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti agar dugaan terjadinya penyalahgunaan investasi yang melibatkan 13 perusahaan tersingkap.

Sebelumnya Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan Nomor: PRINT - 33/F.2/Fd.2/12/ 2019 tertanggal 17 Desember 2019.

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Di antaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2 persennya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, PT Asuransi Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung kerugian hingga Rp 13,7 triliun.

Pengawasan OJK

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengimbau kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh sektor keuangan, baik perbankan maupun non-perbankan setelah adanya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). “OJK kan melakukan pengawasan atas seluruh sektor keuangan, bukan hanya perbankan namun juga lembaga non-perbankan, termasuk di dalamnya mengenai asuransi,” katanya.

Suahasil mengatakan tugas OJK tidak hanya melakukan pengawasan yang kuat, namun juga harus mampu memberikan sinyal jika ditemukan adanya laporan keuangan atas sebuah perusahaan yang tidak sehat.

“Kalau kita lihat memang diperlukan pengawasan yang kuat dan pengawasan yang menurut saya harusnya bisa memberikan sinyal,” ujarnya.

Suahasil menuturkan pemberian sinyal terkait kesehatan laporan keuangan sebuah perusahaan oleh lembaga pengawas internal atau OJK sangat penting terhadap proses audit yang akan dilakukan oleh pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Namanya laporan keuangan itu kan dilakukan proses audit, namun ternyata signaling kepada apakah suatu lembaga keuangan itu mengalami pemburukan atau tidak ini yang harus kita perdalam lagi,” katanya.

Menurutnya, pendalaman tentang pemberian sinyal terhadap laporan keuangan sebuah lembaga atau perusahaan harus diperdalam agar dapat terprediksi pergerakan dari sektor keuangan tersebut. “Kita harus memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memahami gerak dari sektor keuangan tersebut supaya jangan hanya sekedar audit tapi tidak memberikan signaling apakah itu membaik atau memburuk,” tegasnya.

Oleh karena itu, Suahasil menyebutkan pemerintah akan bekerja sama dengan OJK dalam meningkatkan pengawasan agar sinyal terhadap sektor keuangan tersebut bisa terbaca dan tidak menimbulkan kasus lainnya. “Ini yang harus kita kerjakan bersama. OJK sebagai pengawas sektor keuangan dan pemerintah juga melihat sektor keuangan itu secara keseluruhan sehingga harus memiliki mekanisme untuk memahami hal itu,” katanya.

Lebih lanjut, Suahasil mengatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mendalami kasus Jiwasraya agar dapat menemukan langkah penyehatan yang tepat. “Jadi kita lihat nanti koordinasinya seperti apa proses penyehatan tentu harus benar-benar kita lihat secara mendalam,” ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement