REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih belum memberikan dampak untuk penerimaan APBN. Terutama berdampak dari sisi penerimaan minyak dan gas (migas).
Sri Mulyani menuturkan penguatan rupiah tersebut baru terjadi dalam beberapa waktu terakhir, sehingga perkembangan dan pengaruhnya akan dilihat dalam setahun, tidak bisa hanya dilihat per hari. “Ya kita masih akan lihat satu tahun ini perkembangannya dan pengaruhnya kepada APBN kan tidak dilihat per hari,” kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1).
Ia mengatakan pihaknya masih akan menghitung berdasarkan perkembangan dari perekonomian baik dari sisi dalam negeri maupun kondisi global untuk melihat dampak penguatan rupiah bagi ekonomi Tanah Air. Menurut dia, faktor peningkatan penerimaan negara tidak hanya dari rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar saja, melainkan juga dari eksternal yaitu kelanjutan kesepakatan dagang antara AS dengan Cina.
“Biasa dinamika nilai tukar jadi kita akan terus menghitung berdasarkan perkembangan dari ekonomi dalam negeri dan global,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, ia menyebutkan pemerintah juga masih terus menunggu terkait pemangkasan suku bunga global agar aliran modal asing atau capital inflow dapat masuk lebih banyak ke Indonesia. “Kemudian suku bunga yang rendah secara global itu menyebabkan capital inflow,” katanya.
Tak hanya itu, ia menuturkan pemerintah juga mewaspadai defisit transaksi berjalan (CAD) yang masih melebar, sebab dengan adanya penguatan rupiah maka nilai ekspor akan lebih rendah daripada impor. “Kita juga masih waspada karena CAD kita masih ada,” ujar Sri Mulyani.