Selasa 21 Jan 2020 07:41 WIB

Wabah Antraks, PPSKI: Perketat Lalu Lintas Hewan Ternak

Wabah antraks kembali menyerang hewan ternak sapi di Gunung Kidul Yogyakarta

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petugas menyiapkan vaksin antraks di kantor Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Jumat (17/1/2020).
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Petugas menyiapkan vaksin antraks di kantor Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Jumat (17/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah penyakit antraks kembali muncul dan menyerang hewan ternak sapi di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta. Puluhan warga juga dilaporkan positif terjangkit antraks.

Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) meminta pemerintah untuk memperketat lalu lintas hewan ternak demi mencegah perluasan daerah terjangkit antraks.Ketua Umum DPP PPSKI, Teguh Boediyono, menyatakan, munculnya penyakit itu mengindikasikan kurang cermatnya pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan langkah preventif dan kuratif terhadap penyakit hewan menular strategis (PHMS) di sentra peternakan.

Baca Juga

Demi mengantisipsi dampak yang lebih buruk, pemerintah harus mewaspadai kemungkinan merebaknya 25 jenis PHMS lainnya. Terutama Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), rabies, hingga Bovine Spongioform Enchepalopathy (BSE) pada ternak sapi.

"Kebijakan yang perlu dilakukan saat ini adalah mengeluarkan kebijakan terhadap lalu lintas ternak, baik yang ada di dalam negeri maupun impor dari wilayah-wilayah tertular agar tidak merebak," kata Teguh dalam Pernyataan Resmi PPSKI diterima Republika.co.id, Senin (20/1).

Misalnya, kata dia, dengan mengatur dan mengawasi ketat lalu lintas hewan ternak dari Gunung kidul ke wilayah lainnya. Demikian juga terkait dengan importasi daging kerbau dari India.

Indonesia merupakan negara yang belum memiliki status zona bebas PMK. Hal itu sejatinya telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pemerintah, kata Teguh, perlu menggarkan dana tanggap darurat, terutama untuk kebutuhan vaksinasi masal. Sekaligus, melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah dan media umum tentang tatacara penanggulangan penyakit antraks jika tertular.

"Organisasi-organisasi kemasyarakat harus dilibatkan. Hal ini agar setiap muncul wabah PHMS yang sangat berbahaya dapat segera diatasi," katanya.

Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan telah menambah bantuan untuk penanganan antraks di Kabupaten Gunung Kidul. Bantuan tersebut meliputi 5.000 dosis vaksin, antibiotik, antihistamin, vitamin, desinfektan, alat pelindung diri dan sprayer.

"Bantuan ini merupakan tambahan, sebelumnya kita juga telah mengirimkan vaksin dan obat-obatan pendukung untuk pencegahan dan pengendalian Anthrax di Gunung Kidul," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita.

Ketut menyatakan, saat ini pemberian antibiotik dan vaksin untuk ternak di desa tertular sudah selesai 100 persen. Adapun desa di sekitarnya sudah mencapai 60 persen dan masih terus berjalan.

Kementan mengungkapkan, setidaknya terdapat sekitar 997 ekor sapi dan 1.413 ekor kambing serta domba di Desa Gobang, Kecamatan Pojong, Gunung Kidul yang merupakan zona merah atau daerah tertular. Sementara untuk zona kuning, yakni Kecamatan Semanu yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Pojong, terdapat 941 ekor sapi serta 2.362 ekor kambing dan domba.

"Sosialisasi tentang antraks juga terus dilakukan kepada masyarakat sekitar agar pemahaman tentang penyakit ini bertambah," jelasnya. 

Ketut berharap dengan adanya sosialisasi ini masyarakat dapat segera melaporkan ke petugas apabila ada hewan yang sakit atau mati mendadak dan tidak membeli hewan yang berasal dari daerah tertular atau tanpa keterangan kesehatan hewan yang resmi.

"Dan, yang penting juga diingatkan agar tidak memotong dan mengonsumsi ternak yang sakit apalagi yang sudah mati," tegasnya. 

Ketut memastikan bahwa kasus antraks di Desa Gobang, Kecamatan Pojong telah tertangani dengan baik. Namun tetap mengingatkan bahwa bakteri Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks tersenit bisa bertahan lama di lingkungan.

"Saat ini, sudah lebih dari 20 hari dari sejak kasus kematian ataupun hewan sakit karena antraks. Artinya penanganan sudah berjalan dan kasus telah dapat dikendalikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement