Selasa 21 Jan 2020 08:42 WIB

Komisi Myanmar Sebut tak Ada Genosida Rohingya

Komisi Myanmar tak menampik adanya pembunuhan Muslim Rohingya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Komisi Myanmar Sebut tak Ada Genosida Rohingya. Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar.
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Komisi Myanmar Sebut tak Ada Genosida Rohingya. Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Independent Commisssion of Enquiry (ICOE) mengatakan tidak menemukan bukti genosida terhadap etnis Rohingya. ICOE merupakan sebuah panel yang ditunjuk Pemerintah Myanmar untuk menyelidiki kekerasan terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

ICOE mengungkapkan ada alasan yang masuk akal untuk menyimpulkan anggota pasukan keamanan Myanmar bertanggung jawab atas kemungkinan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius pada Agustus 2017. Kala itu operasi militer Myanmar di Rakhine menyebabkan ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

Baca Juga

ICOE tak menampik adanya pembunuhan penduduk desa yang tak bersalah dan penghancuran rumah-rumah. Namun, ICOE menuding kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) sebagai penyebab terjadinya hal itu. Hal itu karena ARSA terlebih dulu melakukan provokasi, yakni dengan menyerang 30 pos polisi Myanmar.

"ICOE belum menemukan bukti yang menunjukkan pembunuhan atau tindakan pemindahan ini dilakukan berdasarkan maksud atau rencana menghancurkan Muslim atau komunitas lain di Negara Bagian Rakhine utara," kata ICOE dalam sebuah pernyataan, Senin (20/1).

"Tak ada bukti yang cukup untuk memperdebatkan, apalagi menyimpulkan, bahwa kejahatan yang dilakukan berniat menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras, atau agama, atau dengan kondisi mental lain yang diperlukan untuk kejahatan genosida internasional," kata ICOE.

Pada November tahun lalu Gambia, mengatasnamakan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) membawa kasus dugaan genosida terhadap Rohingya ke Pengadilan Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda. Gambia menilai Myanmar telah melanggar Kovensi Genosida PBB.

Myanmar dan Gambia merupakan negara pihak dalam konvensi tersebut. Gambia adalah negara pertama yang tidak secara langsung terimbas kejahatan kekejaman massal, tapi menggugat negara lain sebelum ICJ.

Persidangan pertama kasus dugaan genosida Rohingya telah digelar selama tiga hari pada 10-12 Desember lalu. Saat ini, dunia tengah menunggu putusan apa yang akan diambil panel hakim ICJ terkait kasus tersebut.

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dari Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan ARSA.

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.

Pada Agustus 2018, Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida. Laporan itu menyerukan para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing, diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement