REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, OJK sudah bekerja profesional dan independen dalam mengawasi serta mengatur industri jasa keuangan selama masa kepemimpinannya.
Wimboh di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, mengatakan perlu dicermati bahwa masalah di industri jasa keuangan yang dalam beberapa waktu terakhir mencuat telah terjadi jauh-jauh hari sejak era sebelum dia memimpin.
Masalah itu antara lain gagal bayar dan investasi jeblok PT Asuransi Jiwasraya (Persero), kekurangan likuiditas dan permodalan AJB Bumiputera 1912, penurunan investasi saham PT Asabri (Persero), dan kekurangan permodalan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Wimboh tidak ingin menanggapi lebih jauh wacana pembubaran lembaganya yang pertama kali dilontarkan oleh Anggota Komisi XI DPR pada Selasa (22/1).
"Silakan tanya ke yang bicara (wacana pembubaran). Kami bekerja profesional. Ya kami bekerja profesional dan independen. Dan kami bisa menyampaikan kepada masyarakat apa yang telah kami lakukan selama ini. Semua orang tahu bahwa masalah-masalah ini bukan masalah baru. Masalah ini udh cukup lama," ujar Wimboh.
Wimboh berjanji kualitas pengawasan terhadap industri jasa keuangan akan terus ditingkatkan, terutama industri keuangan non-bank (IKNB). Ia juga akan mensinergikan pengawasan lintas sektor seperti lintas perbankan, asuransi dan pasar modal untuk pengawasan yang lebih menyeluruh.
"Pengawasan ini akan kami tingkatkan. Pengalaman-pengalaman masa lalu akan kami perbaiki atau ada hal-hal yang harus disesuaikan," ujarnya.
Pada Selasa (21/1), Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga mengatakan, dalam Panja Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang sudah dibentuk, terbuka kemungkinan fungsi pengawasan dan pengaturan industri jasa keuangan yang saat ini diemban OJK akan dibahas untuk dikembalikan ke BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Eriko mengatakan peluang ini terbuka melihat masalah di industri keuangan yang mencuat beberapa waktu terakhir.
"Terbuka kemungkinan (dikembalikan fungsi pengawasan lembaga keuangan ke BI dan Kementerian Keuangan). Apa memungkinkan dikembalikan ke BI? Bisa saja. Di Inggris dan di beberapa negara sudah seperti itu," kata dia.
Hal ini, lanjut dia, akan dievaluasi oleh DPR melalui panitia kerja (panja) yang sudah dibentuk oleh Komisi XI DPR mengenai kinerja industri jasa keuangan.
"Teman-teman internal bicara pemisahan dilakukan untuk pengawasan yang lebih baik. Nah, ternyata hasilnya tidak maksimal. Tapi kan kami tidak bisa menyalahkan begitu saja," terang Eriko.
Selain itu, DPR juga sedang menyusun program legislasi nasional (prolegnas). Dia mengatakan pihaknya akan memasukkan revisi Undang-Undang (UU) tentang BI dan UU tentang OJK.