REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap seorang dokter asal China. Dia tidak memiliki izin praktik kedokteran di Indonesia. Dokter itu malah menyalahgunakan visa wisata yang dimilikinya.
Dokter yang diketahui berinisial LS itu adalah warga negara China. Dia ditangkap bersama dengan pemilik klinik yang berinisial A. Keduanya ditangkap pada 13 Januari 2020.
"Dokter L ini yang ada padanya hanya paspor dengan izin kunjungan wisata di Indonesia, tanpa ada sama sekali izin kerja di Indonesia," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Kamis (23/1).
Yusri menjelaskan, visa kunjungan wisata LS hanya berlaku tiga bulan. Karena itu setiap tiga bulan LS terbang kembali ke China untuk memperpanjang visa wisatanya. LS kemudian diketahui sudah berada di Indonesia selama sembilan bulan.
"Visanya kunjungan wisata yang per tiga bulan harus kembali, tapi dia di Indonesia sudah sembilan bulan. Dia harus kembali dulu untuk memperpanjang dia punya visit di sini," katanya.
Klinik tempat LS praktik diketahui bernama Klinik Cahaya Mentari. Setelah diperiksa klinik tersebut memang mempunyai izin untuk melakukan pengobatan. Hanya saja polisi turut menangkap pemilik klinik, yakni A, lantaran mengizinkan LS melakukan pengobatan tanpa izin di kliniknya.
Di klinik tersebut, LS menawarkan pengobatan untuk penyakit sinus tanpa melakukan operasi, tapi pasien klinik itu ditawari pengobatan dengan metode suntik. "Dia spesialis THT khusus sinus yang parah, di mana mereka menjanjikan tanpa operasi, cukup dengan obat yang dimasukan ke hidung bisa menyembuhkan tanpa operasi," ujar Yusri.
Atas tindakannya para tersangka dikenakan Pasal 78 juncto Pasal 73 ayat (2) dan atau Pasal 75 ayat (3) juncto Pasal 32 ayat (1) Juncto Pasal 36 dan atau Pasal 77 juncto Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasal 201 juncto 197 Juncto 198 juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan pidana penjara paling lama lima sampai 15 tahun atau denda paling banyak Rp 1,5 miliar.