REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Militer Amerika Serikat (AS) mengkonfirmasi sebuah pesawat E-11A telah jatuh di provinsi Ghazni, Afghanistan. Taliban mengklaim telah menembak jatuh pesawat itu, tetapi AS menolak klaim tersebut.
"Penyebab kecelakaan masih diselidiki, tidak ada indikasi kecelakaan itu disebabkan oleh tembakan musuh," ujar juru bicara militer AS, Sonny Leggett dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang Afghanistan telah mendesak untuk mengindentifikasi penyebab jatuhnya pesawat di daerah pegunungan yang dikendalikan oleh Taliban. Taliban mengendalikan sebagian besar provinsi Ghazni. Sementara, pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, sekitar lima orang berada di dalam pesawat yang jatuh itu.
Pesawat E-11A adalah pesawat militer yang dibangun oleh Bombardier Inc. Pesawat itu digunakan untuk menyediakan kemampuan komunikasi di lokasi terpencil. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid mengatakan, pesawat itu berada dalam misi intelijen.
"Pesawat itu berada dalam misi intelijen, dijatuhkan di daerah Sado Khel di distrik Deh Yak, provinsi Ghazni," ujar Muhajid.
Mujahid tidak menjelaskan, perwira tinggi AS termasuk salah satu korban yang ada di pesawat itu. Namun, seorang pejabat senior pertahanan membantah bahwa ada perwira tinggi militer AS dalam pesawat yang jatuh tersebut.
Dua pejabat dari provinsi Ghazni mengatakan, pesawat yang jatuh diduga milik perusahaan asing. Sebab, banyak entitas swasta mengoperasikan pesawat dan helikopter yang melintasi Afghanistan untuk mengangkut kontraktor dan bantuan militer.
Maskapai penerbangan sipil Ariana Afghan Airlines membantah laporan awal bahwa pesawat yang jatuh itu adalah milik perusahaan. CEO Ariana Afghan Airlines, Mirwais Mirzakwal mengatakan, dua penerbangan Ariana Airlines tidak terbang ke provinsi Ghazni.
"Itu bukan milik Ariana karena dua penerbangan yang dikelola Ariana hari ini, dari Herat ke Kabul dan Herat ke Delhi," ujar Mirzakwal.
Kecelakaan pesawat ini terjadi ketika Taliban dan AS sedang melakukan putaran negosiasi untuk mengakhiri perang selama 18 tahun di Afghanistan. Negosiasi antara kedua pihak dimulai tahun lalu di Doha. Tetapi negosiasi terputus sebanyak dua kali setelah serangan Taliban terhadap personel militer AS pada September dan Desember.