REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menindaklanjuti kasus penyerbaran virus corona (2019-nCoV) yang terus menelan korban, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap meningkatkan siaga terhadap celah penularan lewat hewan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa analisa genetik dari virus ini menunjukkan adanya kedekatan kekerabatan dengan corona virus yang ditemukan pada kelelawar.
Namun demikian, Ia menegaskan bahwa masih perlu investigasi lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi bahwa hewan menjadi sumber penularan ke manusia. "Sampai dengan saat ini memang rute penularan yang dianggap paling berisiko adalah penularan dari manusia ke manusia," kata Ketut dalam Siaran Pers Kementan, Rabu (29/1).
Ketut menjelaskan, berdasarkan hasil investigasi sementara menunjukkan hasil analisa genetik virus 2019-nCoV memiliki kedekatan dengan penyebab penyakit pernafasan yang sebelumnya mewabah yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS-CoV (Middle East respiratory syndrome-related coronavirus).
"Sehingga, perlu diwaspadai adanya indikasi bahwa penyakit ini berpotensi zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia," ucapnya.
Oleh karena itu, Ia menyampaikan beberapa langkah penting dari aspek kesehatan hewan di Indonesia sebagai kewaspadaan dini terhadap ancaman virus ini, yaitu agar setiap orang segera melapor jika terjadi peningkatan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar, terutama jika berkaitan dengan adanya dugaan kasus virus corona pada manusia.
Ketut juga meminta agar unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yaitu Balai Veteriner di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi terhadap laporan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar yang berkaitan dengan kasus dugaan infeksi virus corona pada manusia.
Menurutnya, selama ini Balai Vereriner sudah memiliki kemampuan untuk deteksi virus-virus yang baru muncul seperti Coronavirus, karena secara aktif telah bekerjasama dengan sektor kesehatan dan satwa liar dalam melakukan surveilans di satwa liar yang kontak dengan ternak dan manusia melalui pendekatan one health. Kegiatan ini didukung oleh FAO melalui fasilitasi dari USAID.
"Saya juga sudah perintahkan juga agar jajaran di sektor kesehatan hewan untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Otoritas yang menangani satwa liar setempat terutama jika ada laporan kasus yang menunjukan gejala klinis pneumonia pada manusia," imbuhnya.
Dirjen PKH kemudian menekankan pentingnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, paramedik, peternak, pedagang dan pemilik hewan yang menangani hewan hidup dan produknya, terutama satwa liar.
"Ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan. Antara lain dengan memperhatikan hygiene personal, seperti mencuci tangan dengan sabun dan penggunaan alat pelindung diri (APD) setiap kali kontak dengan hewan dan produknya," ujarnya.
Tidak kalah pentingnya, menurut Ketut adalah melaksanakan manajemen risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan di tempat pemasukan dan berkoordinasi dengan Karantina Pertanian setempat.
Ketut mengatakan, pemerintah Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan. Sebab, hingga Selasa (28/1) WHO telah mengkonfirmasi sebanyak 4593 orang terinfeksi virus ini dan 106 di antara meninggal dunia.
Selain Tiongkok, infeksi 2019-nCoV itu telah masuk ke Thailand, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia, Nepal, Australia, Prancis, Jerman, Srilangka, Kamboja, dan Kanada.