Kamis 30 Jan 2020 08:32 WIB

PBB: Situasi Kemanusiaan di Idlib Suriah Memburuk

Warga sipil terutama perempuan dan anak jadi korban tewas dalam konflik di Idlib.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Pasukan Relawan Helm Putih  memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota  Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Pasukan Relawan Helm Putih memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat PBB, Mark Lowcock, menyuarakan keprihatinannya atas situasi kemanusiaan yang mengerikan dan memburuk di Idlib barat laut Suriah. Dia mengatakan laporan yang paling mengkhawatirkan datang dari Idlib selatan.

Lowcock menyampaikan, Idlib selatan adalah tempat ratusan serangan udara oleh pemerintah Suriah dan sekutu. Konflik telah meningkat dalam beberapa hari terakhir di daerah Idlib, terutama di sekitar Ma'arat al-Numan, Saraqeb, dan Aleppo barat.

Baca Juga

"Pertempuran di daerah-daerah ini tampaknya lebih intens daripada apa yang telah kita lihat di tahun terakhir," tutur pejabat senior PBB itu, dilansir Anadolu Agency, Kamis (30/1).

Mengutip data Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Lowcock mengatakan setidaknya 81 warga sipil, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, tewas akibat serangan udara dan serangan darat di minggu 15 Januari-23 Januari.

"Total ini merupakan tambahan dari lebih dari 1.500 kematian warga sipil yang telah diverifikasi OHCHR sejak eskalasi dimulai pada akhir April," katanya.

Lowcock melanjutkan, sebagian besar orang yang terkena dampak, yakni lebih dari 99 persen dari mereka, telah pindah dari Idlib selatan ke lokasi lain di daerah yang tidak dikendalikan pemerintah.

"Penilaian kami adalah bahwa setidaknya 20 ribu orang telah pindah dalam dua hari terakhir. Sekitar 115 ribu telah pergi dalam seminggu terakhir. Hampir 390 ribu telah melarikan diri dalam dua bulan terakhir," ujarnya.

Lowcock menekankan bahwa meski Turki dan Rusia mengumumkan gencatan senjata pada 12 Januari, kesepakatan itu tidak berlaku. Sekitar 541 ribu warga sipil telah mengungsi dari permukiman di selatan, tenggara, dan barat Aleppo di selatan sejak November 2019.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement