REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sebanyak 2.020 peserta dari unsur pelajar, mahasiswa, dan penyuluh bahasa Bali akan mengikuti Festival Nyurat Lontar Massal. Acara ini digelar dalam rangkaian Pembukaan Bulan Bahasa Bali 2020 di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar,1 Februari mendatang.
"Ini menjadi gerakan menyemesta yang melibatkan berbagai lapisan komponen masyarakat, mulai dari unsur penyuluh bahasa Bali, peserta didik, pendidik, dan masyarakat umum," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Kun Adnyana, Rabu (29/1).
Bulan Bahasa Bali 2020 akan berlangsung selama sebulan dari 1-27 Februari dan akan dibuka oleh Gubernur Bali Wayan Koster pada 1 Februari mendatang di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali. Terkait dengan Festival Nyurat Lontar Massal itu, nantinya para peserta akan menulis aksara Bali salah satu bait dalam kekawin Nitisastra di atas daun lontar dengan menggunakan pengrupak (pisau khusus untuk menulis di daun lontar).
"Dengan demikian, peserta bisa menjadi tahu pengrupak itu apa, jenis daun lontar dengan kekeringan seperti apa yang bisa dipakai, dan sebagainya. Semua peralatan yang diperlukan untuk nyurat lontar itu akan disiapkan panitia," ujarnya.
Menurut Kun Adnyana, dari pelaksanaan Festival Nyurat Lontar Massal itu tidak saja menjadi sebuah selebrasi. Dia ingin mengajak masyarakat untuk memahami betapa pentingnya kesatuan pemahaman bahasa, aksara dan sastra Bali.
"Kami ingin aksara, bahasa dan sastra Bali ini menjadi gaya hidup, tidak hanya dipakai pada hari-hari tertentu. Karena kalau kita tidak memahami bahasa, aksara dan sastra Bali, banyak pustaka-pustaka penting Bali itu kita tidak bisa akses," ucap dia.
Selain itu, pelaksanaan Bulan Bahasa Bali sekaligus sebagai bagian dari implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Bulan Bahasa Bali 2020 akan mengangkat tema Melarapan Bulan Bahasa Bali, Nyujur Atma Kertih. Tema tersebut diterjemahkan di antaranya dalam 17 ragam wimbakara (lomba), tiga krialoka (lokakarya) dan empat kali widyatula (diskusi) tematik berkaitan dengan tafsir dan referensi kepustakaan mengenai tema atma kertih, dan prasara (pameran) dengan peserta perguruan tinggi, organisasi bahasa, serta perajin.