Senin 03 Feb 2020 07:37 WIB

Transportasi Terintegrasi Dinilai Jadi Solusi

Bus listrik Transjakarta sedang diuji coba hadapi banjir.

Rep: Amri Amrullah/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Bus Transjakarta berhenti di dekat Halte Transjakarta Centrale Stichting Wederopbouw (CSW) koridor 13 dan Stasiun MRT ASEAN di Jakarta, Selasa (14/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Bus Transjakarta berhenti di dekat Halte Transjakarta Centrale Stichting Wederopbouw (CSW) koridor 13 dan Stasiun MRT ASEAN di Jakarta, Selasa (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menilai bahwa sistem transportasi massal terintegrasi se-Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) merupakan solusi untuk mengatasi kemacetan. Kepala Bagian Humas BPTJ Kemenhub Budi Rahardjo menyampaikan, Jakarta telah menjelma menjadi wilayah teraglomerasi dengan Bodetabek sebagai daerah penyangganya.

Artinya, dia melanjutkan, antara Jakarta dan daerah penyangganya sudah menjadi satu kesatuan secara ekonomi sehingga saling memiliki ketergantungan satu sama lain. Dampaknya, selalu terjadi mobilitas manusia dan barang yang cukup tinggi antarwilayah di dalamnya.

“Oleh karena itu, mewujudkan sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi se-Jabodetabek merupakan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan transportasi di Jakarta sekaligus di Bodetabek sebagai wilayah penyangganya," kata Budi, Sabtu (1/2).

Ia mengemukakan, pergerakan manusia di Jabodetabek pada 2015 tercatat 47,5 juta pergerakan per hari. Namun, pada 2018 jumlahnya sudah meningkat drastis menjadi lebih kurang 88 juta pergerakan per hari.

"Kondisi inilah yang bisa menjawab mengapa indeks TOM-TOM (lembaga pemantau kemacetan lalu lintas dari Inggris) menyebut, meski terjadi penurunan peringkat kemacetan kota metropolitan dunia dari tujuh menjadi 10, namun dinilai belum ada perubahan signifikan menyangkut kemacetan yang terjadi di Jakarta," kata dia.

Budi menambahkan, langkah-langkah terobosan yang dilakukan BPTJ bersama pihak terkait di antaranya implementasi kebijakan ganjil-genap di pintu Tol Bekasi, Tangerang, dan Cibubur sejak 2018.

"Kebijakan ini dilakukan karena koridor-koridor tersebut merupakan lintas yang dilalui masyarakat komuter yang menggunakan kendaraan pribadi," kata dia.

Kebijakan itu, dia menambahkan, juga didukung dengan penyediaan angkutan umum bus premium seperti Transjabodetabek Premium, Jabodetabek Residence Connexion (JRC), dan Jabodetabek Airport Connexion (JAC).

"Diharapkan secara bertahap para pengguna kendaraan pribadi dapat beralih (shifting) menggunakan angkutan umum massal. Bus-bus ini memang ditujukan pada segmen pengguna kendaraan pribadi sehingga dilengkapi fasilitas premium dengan tarif Rp 15 ribu-Rp 20 ribu," ujar dia.

Budi menyampaikan, pihaknya merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi DKI untuk memberlakukan kembali kebijakan ganjil-genap seperti pada masa Asian Games. Pemprov DKI, dia melanjutkan, menanggapi positif hal tersebut meski tidak sama persis seperti rekomendasi BPTJ.

Pemprov DKI memutuskan untuk memperluas pemberlakuan koridor kebijakan ganjil-genap di jalan arteri DKI dari 10 menjadi 25 ruas jalan. Namun, kebijakan tersebut hanya berlaku pada pagi dan sore hari.

"Kebijakan itu juga didukung dengan langkah peningkatan integrasi angkutan feeder Transjakarta melalui program Jak Lingko," ujar dia.

Bus Listrik

Sementara itu, PT Transjakarta di bawah kepemimpinan baru sementara Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Yoga Adiwinarto akan melanjutkan program unggulan. Di antaranya adalah target pengalihan bus Tranjakarta ke bus listrik untuk 10 tahun mendatang.

Sekretaris Perseroan dan Humas PT Transjakarta Nadia Disposanjoyo mengatakan, pada era dirut sebelumnya, Agung Wicaksono, memang telah ditetapkan landasan target Transjakarta untuk 10 tahun mendatang. Salah satunya untuk transportasi ramah lingkunan atau green transportation diawali dengan bus listrik.

Target kedua adalah digitalisasi layanan Transjakarta menuju teknologi 4.0. Melalui digitalisasi ini, semua layanan akan berbentuk digital. "Saat ini total armada bus Transjakarta mencapai 3.800 unit. Kita punya rencana untuk 10 tahun ke depan semua unit bus Transjakarta sudah menjadi bus listrik. Tapi, sekarang semua harus jalani uji coba dulu," kata Nadia, Ahad (2/2).

Dia mengakui, saat ini memang ada beberapa unit armada bus listrik. Namun, semua bus itu masih dalam tahap uji coba. Pasalnya, ada beberapa kendala yang harus dihadapi bus listrik Tranjakarta di lapangan, seperti genangan dan banjir.

Pasalnya, menurut dia, bus Transjakarta selama ini di lapangan didesain setidaknya bisa menerobos genangan air di level tertentu. Untuk itu, apabila bus listrik Transjakarta sudah mulai beroperasi, ia berharap bus listrik itu juga tetap bisa menembus genangan tanpa ada kekhawatiran kerusakan baterai saat menembus genangan.

"Jadi, kita belum ada bus listrik yang definitif dipakai angkut penumpang, masih diuji coba. Awal tahun ini minimal ada 20 unit diuji coba dengan berbagai merek. Beberapa sudah diuji coba untuk banjir, tapi masih sedikit," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement