Kamis 06 Feb 2020 15:42 WIB

Pengidap HIV Tawarkan Obat untuk Pasien dengan Virus Corona

Tidak ada bukti uji klinis obat HIV dapat menyembuhkan pasien virus corona.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Gelombang pertama pasien positif virus Corona memasuki Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan, Hubei, China. Rumah Sakit darurat yang didirikan dalam waktu 10 hari ini dibuat khusus bagi korban virus Corona.
Foto: Xiao Yijiu/Xinhua via AP
Gelombang pertama pasien positif virus Corona memasuki Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan, Hubei, China. Rumah Sakit darurat yang didirikan dalam waktu 10 hari ini dibuat khusus bagi korban virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Virus corona baru yang menyebar cepat di China dan sumber daya medis yang terbatas, mendorong orang-orang menggunakan segala macam cara untuk mengobatinya. Salah satunya yakni dengan menggunakan obat untuk HIV.

Otoritas kesehatan China menyatakan, hingga saat ini belum ada obat yang efektif untuk virus korona. Selain itu, tidak ada bukti dari uji klinis yang menunjukkan bahwa obat HIV atau yang disebut lopinavir/ritonavir dapat menyembuhkan orang yang terinfeksi virus corona.

Baca Juga

Lopinavir/ritonavir dengan nama dagang Kaletra atau Aluvia dijual di China. Obat itu biasanya digunakan untuk mengobati dan mencegah HIV/AIDS.

Seorang pengidap HIV di China bernama Andy Li membagikan Kaletra secara gratis kepada orang-orang yang diduga terinfeksi virus korona. Pria yang memiliki julukan 'Brother Squirrel' itu membagikan Kaletra setelah dia mendengar komentar dari otoritas kesehatan China.

Li dan beberapa pengidap HIV lainnya mengumpulkan sekiar 5.400 tablet Kaletra dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Mereka kemudian mengunggah penawaran di platform Weibo.

"Kami merasa seperti diorganisir untuk misi militer," kata Li.

Li mengatakan, setelah menggunggah penawaran di Weibo, dia mendapatkan ratusan pesanan Kaletra. Banyaknya pesanan membuat Li tidak tidur dan makan dalam tiga hari pertama.

"Ada banyak orang yang membutuhkan obat ini, dan saa tidak ingin membuang waktu," kata Li.

Seorang freelancer, Devy (38 tahun) di provinsi Shandong termasuk salah satu pasien yang meminta Kaletra. Belum lama ini, Devy bepergian ke provinsi Hubei yang menjadi pusat wabah virus corona baru.

Devy melakukan pemeriksaan ke dokter karena mengalami gejala yang berkaitan dengan virus corona baru, seperti demam dan mual. Devy yang tidak mau menyebutkan nama belakangnya menjadi khawatir akan tertular virus corona baru. Di tengah rasa cemas dan putus asa, dia mendengar dari seorang temannya bahwa ada seorang pria pengidap HIV positif menawarkan Kaletra secara gratis.

"Ketika Anda dibiarkan sendirian dan melihat bayangan kematian di depan Anda, maka itu tidak akan membuat Anda merasa tenang," ujar Devy melalui telepon.  

Setelah menjalani serangkaian tes, Devy dinyatakan negatif. Artinya, dia tidak terinfeksi virus corona baru. Namun Devy masih percaya, memiliki Kaletra adalah pilihan yang tepat.

"Anda dapat mencoba berbagai hal untuk menyelamatkan dirimu, kan?," ujar Devy.

Gatsby Fang, seorang agen pembelian lintas batas, memesan Kaletra versi generik dari India pada 23 Januari. Dia membeli obat itu setelah mendengar bahwa Kaletra berguna untuk melawan virus corona baru.

Fang menjual obat Kaletra seharga 600 yan per botol. Dia mengaku mendapatkan keuntungan sebesar 200 yuan hingga 300 yuan. Stok Kaletra miliknya terjual habis pada 25 Januari. Bahkan beberapa klien memesan hingga 600 tablet sekaligus.

Klien yang membeli obat Kaletra kepada Fang adalah pasien yang terinfeksi virus korona, dokter di Hubei yang berjaga di garis depan, dan mereka yang tidak membutuhkan obat tapi berpikir bahwa itu menawarkan perlindungan. Fang mengatakan, harga Kaletra di India mulai naik pada 25 Januari.

"Untuk produk dengan isi 60 pil per botol, harganya naik menjadi sekitar 300 yuan hingga 400 yuan, dari sebelumnya 100 yuan. Pasien yang datang ke saya adalah mereka yang tidak memiliki tempat untuk mendapatkan perawatan," kata Fang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa, pengobatan virus corona dengan obat HIV belum teruji secara klinis dan belum bisa dikonfirmasi. Perwakilan WHO di Cina, Gauden Galea mengatakan, tidak ada bukti bahwa perawatan medis dengan obat HIV dapat membantu dalam memerangi virus corona. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement