REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Polres Bogor mengungkap kasus penambang emas tanpa izin (PETI) atau yang lebih dikenal gurandil di wilayah Taman Gunung Halimun Salak pada Sabtu (1/2). Setidaknya terdapat tujuh orang yang diamankan oleh pihak kepolisian.
Namun, tiga di antaranya yang berperan sebagai pekerja gurandil dilepaskan. Pasalnya, polisi hanya menangkap tiga pemilik pengolahan dan satu bos gurandil yang berperan sebagi pengumpul hasil olahan emas untuk dijual ke toko emas. "Empat (pelaku) kita sudah lakukan penahanan," kata Kapolres Bogor AKBP Muhammad Joni di Mapolres Bogor, Kamis (6/2).
Joni menjelaskan, tiga pemilik pengolahan tersebut memiliki omset yang cukup fantastis. Per bulannya, sambung Joni, para pemilik pengolahan itu mampu mengantongi Rp 20 juta hingga Rp 50 juta.
Sedangkan, satu bos yang berinisial IS diperkirakan mampu mengantongi uang yang lebih besar. Sebab, Joni mengatakan, IS merupakan orang yang menjajakan hasil emas olahan itu ke toko-toko emas.
Joni memaparkan, penangkapan pekerja gurandil dan tempat pengolahan masih berada di area Desa Banyuasih, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Joni menyebut jarak antar lubang pencarian batu berkadar emas dengan pengolahan, kurang lebih memakan waktu empat jam.
"Ditempuh dengan jalan kaki. Kalo ditambah dengan istirahat sedikit untuk menyambung perjalanan sekitar empat jam," kata Joni.
Dari hasil penangkapan, pihak kepolisian berhasil mengamankan 130 karung berisi batu yang memiliki kadar emas. Kemudian, lanjut Joni, sebanyak 88 gelundungan batu yang siap diolah menjadi emas dan enam botol zat merkuri.
Akibat perbuatannya, Joni menjelaskan, pelaku dijerat dengan Pasal 161 dan atau Pasal 158 juncto Pasal 37 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Keempatnya diancam dengan hukuman pidana di atas 10 tahun.
Joni mengungkapkan, keberhasilan penangkapan tersebut tak terlepas dari bantuan semua pihak, seperti Kodim, TNI dan juga masyarakat. Dia menegaskan, akan terus mengumpulkan informasi agar aktivitas serupa tidak ada lagi.
"Saya imbau kepada masyarakat khususnya di wilayah Cigudeg, Jasinga termasuk Nanggung untuk tidak melakukan operasi hal yang sama. Pasti kita tindak tegas karena upaya pencegahan, sosialiasi sudah kita lakukan secara bersama-sama dengan unsur Muspida," ucapnya.
Meskipun demikian, Joni mengakui aktivitas penambangan liar memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan menjadi buruh lainnya. Namun, dia menyatakan, aktivitas tersebut memiliki dampak yang begitu besar terhadap lingkungan dan juga kesehatan manusia dalam jangka panjang. "Itu sudah banyak yang mulai tobat. Karena dampaknya terasa 10 hingga 15 tahun, itu akan berdampak bagi kesehatan yang bersangkutan," tuturnya.