REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sejumlah petani di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menyebut hasil panen jagung mereka untuk musim panen kali ini menurun akibat ulat grayak yang menyerang tanaman jagung di daerah setempat. Masa panen akan dimulai 15 April, tetapi dipastikan tidak maksimal.
“Hasil jagung kami kali ini pasti menurun dari target karena memang kondisi sekarang banyak tanaman rusak akibat terserang ulat grayak,” kata Kamilus Tupen, seorang petani di Desa Tuwagetobi, Kecamatan Witihama, Flores Timur, kepada Antara, Senin (10/2).
Dia mengatakan masa panen tanaman jagung di daerah itu akan dimulai sekitar 15 April. Akan tetapi, panen itu dipastikan tidak mencapai target seperti biasanya.
Untuk satu hektare tanaman jagung, lanjut dia, ditargetkan menghasilkan delapan ton jagung. Dengan kondisi serangan ulat grayak saat ini maka target tersebut tidak bisa tercapai.
“Memang hasilnya akan menurun tapi kami berharap tidak terlalu jauh sehingga tidak banyak kerugian bagi petani,” katanya.
Kamilus menjelaskan serangan ulat grayak saat ini sangat meresahkan para petani setempat dan selalu dikeluhkan dalam berbagai kesempatan pertemuan di desa.
Dia menambahkan tantangan petani seperti di Desa Tuwagetobi dalam tahun ini cukup besar karena tidak hanya ulat grayak tapi kondisi angin kencang dan populasi tikus yang sangat banyak di kebun-kebun juga menjadi ancaman.
Sementara itu, Lambertus, seorang petani lain di Kecamatan Adonara mengatakan para petani jagung di wilayah setempat tidak bisa melakukan banyak upaya untuk mengatasi dampak serangan ulat grayak.
“Hasil jagung sudah pasti akan menurun tapi seberapa banyak nanti akan terlihat saat panen,” katanya.
Dia mengatakan para petani setempat saat ini hanya bisa melakukan upaya pengendalian dengan penyemprotan pestisida melalui bantuan dari pemerintah daerah setempat. Serangan ulat grayak kali ini merupakan tidak biasa karena hingga tanaman jagung hampir berbunga pun masih diserang.
“Sebelumnya memang serangan hama ulat juga sering terjadi yang biasa dikenal dengan Kua, tapi berbeda dengan ulat grayak kali ini yang dampaknya lebih parah,” katanya.
Adapun data yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Flores Timur, sejak Desember 2019 hingga 5 Februari 2020 tercatat sekitar 4.585 hektare dari total 12.072 hektare tanaman jagung milik petani setempat dilaporkan terserang ulat grayak.