Selasa 11 Feb 2020 02:25 WIB

Pasien Pertama di UAE Berhasil Sembuh dari Corona

Disarankan semua orang harus menjaga kebersihan tangan dan pernapasan.

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Andi Nur Aminah
  Seorang pria mengenakan masker di gedung tempat warga Inggris yang baru pulang dari Cina dikarantina untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di Arrowe Park Hospital, Liverpool, Inggris, Rabu (5/2).
Foto: AP/Jon Super
Seorang pria mengenakan masker di gedung tempat warga Inggris yang baru pulang dari Cina dikarantina untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di Arrowe Park Hospital, Liverpool, Inggris, Rabu (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Seorang wanita China, Liu Yujia (73 tahun) menjadi orang pertama di Uni Emirat Arab (UEA) yang sembuh dari virus corona. Kementerian Kesehatan dan Pencegahan UEA (MoHAP) mengumumkan informasi itu pada Ahad (9/2) waktu setempat.

“Hasil tes pendeteksian 2019-nCoV yang dilakukan pada pasien ternyata negatif terhadap virus corona baru. Dia sekarang dalam keadaan sehat dan sepenuhnya pulih,” kata asisten Wakil Sekretaris Pusat Kesehatan dan Klinik MoHAP, dr Hussain al-Rand dilansir di Gulfnews.com Senin (10/2).

Baca Juga

Ketua Komite Nasional untuk Implementasi Peraturan Kesehatan Internasional dan Pencegahan Pandemi itu menyatakan temuan tersebut meningkatkan harapan bahwa kasus-kasus lain yang ditemukan di UEA, juga dapat sepenuhnya pulih. Gulf Newsberbicara dengan seorang spesialis penyakit dalam dari Aster Hospital di Al Ghusais, dr Smitha Muraletharan untuk mencari tahu ihwal bagaimana pasien dapat disembuhkan secara umum. Jawaban sederhana, yakni melalui sistem kekebalan tubuhnya sendiri.

“Jika Anda sehat, Anda bisa menularkannya sebagai batuk atau pilek. Tidak ada perawatan atau penyembuhan - hanya dukungan untuk membantu sistem kekebalan tubuh Anda membersihkannya,” ujar Muraletharan.

Dengan lebih dari 40 ribu kasus dan sekitar 900 kematian di seluruh dunia hingga saat ini, Muraletharan menjelaskan bahwa virus corona menyerang seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, dengan kecenderungan mudah untuk jatuh sakit.

“Virus corona baru sangat menular, tetapi tidak mematikan. Proporsi kematian rendah sekitar dua persen. Namun, karena ada kematian, dan karena tingkat penyebaran dan infektivitas yang tinggi, maka perlu dikarantina,” kata Muraletharan.

Dia mengatakan hanya sekitar satu dari empat yang mengembangkan bentuk perlawanan virus yang parah. Sisanya, secara teoritis harus bisa melawannya sendiri. “Pasien infeksi ringan dapat dikarantina di rumah mereka sendiri (jika tidak, rumah sakit akan dibanjiri dengan kasus dan akan ada lebih banyak kesempatan untuk mentransfer penyakit), sementara mereka yang menunjukkan infeksi yang lebih kuat dapat distabilkan di karantina rumah sakit,” ujar dia.

Dia mengatakan pasien dengan infeksi ringan hingga sedang, ketika terdeteksi dini dan terisolasi dapat membuat sistem kekebalan mereka cukup kuat untuk melawan virus. Sementara pasien dengan infeksi ringan hingga sedang akan memiliki gejala infeksi pernapasan atas, seperti batuk, pilek, dan demam ringan.

Ketika gejalanya dimulai, pasien harus segera melapor ke rumah sakit. Pada tahap ini, petugas medis mengisolasi pasien, memberi obat penunjang untuk demam dan flu, serta menjaga pasien tetap terhidrasi. Dia mengatakan virus corona menghuni saluran pernapasan bagian atas. Karena itu, penting untuk menjaga cairan tubuh tetap tinggi, karena virus dapat berkembang biak dalam kekeringan. Jika di rumah sakit, pasien dapat dihidrasi secara intravena.

Dia menyarankan tidak ada orang luar yang melakukan kontak dengan pasien, karena kekebalan sedang rendah dan rentan terkena infeksi bakteri sekunder dari pengunjung yang dapat memperumit kondisi tersebut. Dalam hal ini, pasien juga akan memerlukan antibiotik. Untuk alasan itu, dokter menjaga ruangan tetap steril. Pasien juga harus memakai masker agar tidak menginfeksi orang lain dan mengamati kebersihan tangan secara ketat.

Diet yang kaya akan buah-buahan segar, sayuran yang dimasak dengan baik, sup, elektrolit, dan vitamin C sangat baik untuk menjaga kekebalan tubuh tetap kuat, serta membantu penderita pulih. Jika berkembang menjadi pneumonia, pasien-pasien tersebut membutuhkan rawat inap, serta perawatan satu lawan satu dengan perlindungan dan isolasi lengkap.

Tergantung pada tingkat pneumonia, pasien dirawat dengan oksigen tambahan dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Jika ada kegagalan pernafasan, pasien akan diberi dukungan ventilator, tetapi tidakan itu dalam kasus yang ekstrim dan jumlahnya tidak banyak.

Orang-orang yang umumnya memiliki kondisi lebih buruk adalah orang-orang yang memiliki penyakit bawaan, sehingga berpotensi menurunkan sistem kekebalan tubuh pasien itu. Muraletharan menegaskan masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. “Jelas tidak. Terlepas dari China, negara-negara lain memiliki beberapa kasus terisolasi. UAE memiliki virus corona yang sepenuhnya dikarantina. Panik dan bergegas ke rumah sakit tidak akan membantu, itu hanya akan memberi tekanan pada layanan kesehatan,” tutur dr Muraletharan.

Dia menyarankan semua orang harus menjaga kebersihan tangan dan pernapasan. Seseorang yang mengalami sakit ringan, dapat menjaga kesehatan dengan cairan, tinggal di rumah dan beristirahat, hidrasi dengan baik dan beberapa obat pendukung (untuk mencegah infeksi sekunder dan untuk meningkatkan kekebalan).

Terkait apakah ada pengobatan terbaru untuk virus corona baru, dia mengatakan iya dan tidak. Ya, untuk suportif perawatan. Tindakan itu ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala. Tidak, karena tidak ada pengobatan yang secara khusus dikembangkan untuk virus corona baru (2019-nCoV).

Muraletharan menyatakan belum ada vaksin untuk virus corona. Para ilmuwan di seluruh dunia berlomba untuk mencari perawatan tersebut.

Terkait masker, dr Muraletharan menyarakan pasien yang didiagnosis harus mengenakan masker. “Mereka yang telah didiagnosis harus menggunakan masker untuk menghindari penyebaran penyakit,” kata dia. Selain itu, pasien harus menjaga jarak dan sering mencuci tangan, serta menghindari menyentuh wajahnya. Virus corona menyebar melalui cairan. Karena itu, orang biasa di jalan tidak perlu memakai masker.

“Filter itu dapat menjadi sarat dengan patogen yang kemudian mereka transfer ke orang lain dengan menyentuh wajah mereka dan menyebarkan kuman ke orang lain. Para profesional kesehatan jelas berisiko dan mungkin karena itu disarankan bagi mereka untuk lebih sering memakai masker di tempat kerja, tetapi orang-orang biasa pada jalanan tidak perlu seperti itu,” ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement