Senin 10 Feb 2020 21:25 WIB

Perilaku Kekerasan pada Anak Dipengaruhi Faktor Luar

Anak adalah peniru ulung atas apa yang ia lihat.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Bullying
Foto: MGIT3
Ilustrasi Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan beberapa penyebab seorang anak melakukan perundungan terhadap temannya. Salah satu yang paling mempengaruhi adalah faktor dari luar anak tersebut yakni lingkungan dan hal yang ia saksikan di sekitarnya. 

Komisioner KPAI, Jasra Putra mengatakan, anak adalah peniru ulung atas apa yang ia lihat. Apalagi ketika yang dilihat itu disaksikan secara terus menerus. Anak akan cenderung melakukan hal yang sama. Sering kali yang menjadi target adalah teman sebayanya. 

photo
Komisioner KPAI Jasra Putra (kedua kanan).

Jasra menjelaskan, kebanyakan perundungan diawali oleh candaan. Anak yang terbiasa melihat orang terdekatnya melakukan kekerasan akan menganggap hal tersebut wajar dilakukan. Maka, ia akan melakukannya kepada orang lain tanpa menyadari kesalahannya. 

Tidak sedikit juga kasus perundungan yang dimulai dari candaan di media sosial. Candaan tersebut kemudian menjurus ke kekerasan siber mulai dari yang ringan hingga parah dan menyebabkan ketidaknyamanan. Meskipun terjadi perundungan ringan, hal tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi berbahaya. 

"Tentu ini ada fenomena lain yang mempengaruhi di luar dirinya," kata Jasra dihubungi Republika, Senin (10/2). 

Dia mengatakan, tontonan yang berpotensi mendorong seorang anak melakukan perundungan, juga termasuk tim yang dimainkannya. Informasi-informasi mengenai kekerasan tersebut bisa mendorong dan memicu anak untuk meniru halal serupa. Ia mencontohkan ketika dulu sempat terjadi kekerasan karena tayangan smackdown.

Apabila candaan yang sebenarnya berbahaya ini dilakukan terus menerus tanpa ada orang dewasa yang mengingatkan maka akan berbahaya. "Jadi kita tidak kagetlah kenapa anak-anak kita agresif kemudian candaannya fisik maupun psikis yang menurut kita, orang dewasa tidak terukur," kata dia menambahkan. 

Terkait hal ini, Kasta mengatakan peran guru konseling menjadi penting. Guru konseling wajib membina dan melihat bagaimana aktivitas anak di sekolahnya termasuk bagaimana ia berkomunikasi dengan teman sebayanya. Guru konseling harus melihat apakah anak tersebut berpotensi melakukan kekerasan. 

Perundungan tidak bisa hanya diatasi setelah terjadi peristiwanya. Mestinya, sekolah harus mencegahnya sejak awal. Ia mencontohkan, ketika anak masuk sekolah pertama kali. Guru konseling bertugas untuk melakukan profiling siswa-siswinya, termasuk orang tua dan media sosial para peserta didik baru tersebut. 

"Informasi awal ini kan bahan bagi sekolah untuk melihat anak ini perindividu, karena pasti dia berbeda. Bagaimana interaksi dia soal kekerasan misalnya, kemudian apakah di kelas juga muncul seperti itu. Karena pembully pasti ada di kelas satu atau dua orang. Tinggal tingkat keparahannya, ada yang ringan, tapi kalau itu dibiarkan maka akan menjadi parah," kata dia lagi. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Ade Erlangga mengatakan sebenarnya sudah ada Permendikbud nomor 82 Tahun 2015 yang mengatur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Di setiap sekolah, diharapkan ada tim gugus tugas yang menanganinya, melibatkan guru, murid dan orang tua. 

Terkait dengan tontonan yang berbahaya, kata dia, memang sebagian besar menunjukkan adanya korelasi dengan perilaku kekerasan. Kemendikbud pun telah berkoordinasi dengan KPAI juga Kemkominfo agar saling bekerjasama mengontrol efek negatif dari media. 

"Selama ini koordinasi antara KPAI dan juga Kominfo selalu terjalin untuk senantiasa dengan perannya melakukan kontrol terhadap efek-efek negatif dari media yang berpengaruh terhadap lingkungan pendidikan anak dan lingkungan ramah untuk anak," kata dia. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga mengatakan, pihaknya perlu berkoordinasi dengan banyak pihak untuk mengatasi kekerasan di sekolah. Menurutnya, sangat penting untuk menjaga keamanan sekolah agar kegiatan belajar mengajar menjadi kondusif. 

"Kekerasan masalah yang sangat kompleks dan butuh dukungan dari berbagai macam pihak. Karena tanpa ada perasaan aman tidak akan ada pembelajaran yang baik," kata Nadiem. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement