Senin 17 Feb 2020 16:42 WIB

Tingkatkan Kinerja, BTN Andalkan Wholesale Funding

BTN akan mengembangkan model bisnis baru untuk dana ritel dan wholesale funding.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Pahala N Mansury.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Pahala N Mansury.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih sebesar Rp 209 miliar pada 2019. Angka ini menurun signifikan mencapai 92,55 persen dibandingkan pada 2018 senilai Rp 2,81 triliun.

Direktur Keuangan BTN Nixon Napitupulu mengatakan kewajiban mempersiapkan implementasi aturan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) 71 hingga pengetatan likuiditas perbankan menekan kinerja perseroan.

Baca Juga

“Implementasi PSAK 71 menyebabkan bank harus memiliki cadangan CKPN yang memadai, coverage harus disiapkan di atas 100 persen pada awal tahun ini,” ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (17/2).

Menurutnya pemenuhan cadangan dilakukan secara bertahap pada 2019 dan retrospektif modal awal tahun ini. Hal ini mengakibatkan CKPN pada 2019 meningkat menjadi Rp 6,1 triliun dari Rp 3,3 triliun pada 2018.

“Tidak cuma PSAK aja, kondisi ekonomi tahun lalu juga mengalami penurunan terutama sektor properti dan hingga sekarang belum terjadi pertumbuhan signifikan (sektor properti),” jelasnya.

Sementara Direktur Utama BTN Pahala N Mansury menambahkan penurunan laba bersih juga disebabkan pelemahan kualitas kredit perseroan. Pada 2019, perseroan melakukan downgrade kredit berkualitas rendah terutama segmen komersial high rise (apartemen), sehingga berdampak pada kenaikan Non Performing Loan (NPL) mencapai 4,8 persen.

“Pertumbuhan kredit melambat begitu juga dengan DPK yang negatif sehingga menyebabkan laba menurun,” ucapnya.

Pahala menjelaskan saat ini likuiditas perbankan semakin ketat, sehingga berdampak pada penurunan penyaluran kredit perbankan. “Dulu 2005-2009 rasio LDR perbankan masih 45 persen, sekarang mencapai 93-94 persen artinya persaingan memperoleh likuiditas semakin ketat dan memperoleh dana murah juga,” jelasnya.

Pendapatan BTN tercatat Rp 25,6 triliun atau naik dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp 22,81 triliun. Hal ini sejalan dengan beban bunga juga meningkat sebesar Rp 16,54 triliun ketimbang Rp 12,62 triliun pada 2018.

Ke depan, perseroan berupaya melakukan langkah strategi seperti peningkatan produktivitas. Kemudian perseroan juga akan memaksimalkan berbagai platform termasuk terkait proses kredit dan infrastruktur data.

Strategi lainnya, lanjut Pahala, yaitu mengembangkan model bisnis baru untuk dana ritel dan wholesale funding. Perseroan juga meningkatkan digitalisasi dan otomatisasi pada tahun ini.

“Kami juga akan memaksimalkan kemitraan untuk membangun ekosistem sektor properti dan perumahan,” ucapnya.

Pahala juga menyebut saat ini potensi perumahan tipe rumah berkisar Rp 150 juta-Rp 300 juta masih jauh dari jenuh. Kondisi tersebut, menjadi tanah subur yang siap digarap.

“Era digital disruption yang kian menguat juga menjadi bisnis menarik bagi perseroan terutama dalam mengembangkan lini digitalnya,” ucapnya.

Adanya varian strategi dan peluang itu, pada tahun kabisat ini, Pahala optimis perseroan mampu mencatatkan pertumbuhan kredit level 10 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pada tahun ini, BTN telah meluncurkan produk bundling dana yang menawarkan berbagai kemudahan.

“Tahun ini BTN mengincar pertumbuhan kredit antara 8 persen-10 persen dan dana pihak ketiga antara 10 persen-15 persen. Sementara NPL gross akan dijaga rentang 3 persen-3,5 persen,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement