Selasa 18 Feb 2020 18:19 WIB

Rencana Skema Subsidi Peserta Mandiri Kelas III BPJS

Kemenkeu anggarkan Rp 48 T untuk pembayaran premi peserta penerima bantuan iuran

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan perubahan terhadap jumlah suntikan dana kepada BPJS Kesehatan pada tahun ini.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan perubahan terhadap jumlah suntikan dana kepada BPJS Kesehatan pada tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan perubahan terhadap jumlah suntikan dana kepada BPJS Kesehatan pada tahun ini. Rencana tersebut konsisten meskipun pemerintah berencana mengalihkan 19,96 juta peserta mandiri kelas tiga menjadi kelompok penerima bantuan iuran (PBI) yang berarti tanggungan pemerintah akan bertambah.

Diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan Rp 48 triliun untuk pembayaran premi peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang berjumlah 96,8 juta jiwa. Anggaran ini telah tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

"Nggak (ada perubahan dari jumlah Rp 48 triliun)," ujar Sri saat ditemui usai rapat gabungan pemerintah dengan DPR mengenai BPJS Kesehatan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2). 

Anggaran pemerintah pusat untuk PBI pada tahun ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan 2019 yang sebesar Rp 26,7 triliun. Kenaikan terjadi dikarenakan pemerintah pusat memutuskan menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan, termasuk PBI, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang sudah berlaku per 1 Januari 2020. 

Sri menuturkan, anggaran Rp 48 triliun diharapkan mampu memberikan tambahan penerimaan bagi BPJS Kesehatan.

Sebelumnya, pemerintah pusat juga sudah menggelontorkan Rp 13,5 triliun untuk periode Agustus hingga Desember 2019. Berdasarkan surat yang ditujukan kepada Kemenkeu, BPJS Kesehatan memproyeksikan potensi gagal bayar Rp 32 triliun pada akhir 2019 dan akan lebih dalam di tahun ini apabila tidak mendapat suntikan dana. 

Hanya saja, sampai saat ini, Sri mencatat, BPJS Kesehatan masih berada dalam situasi defisit. Per akhir 2019, nilainya mencapai Rp 15,5 triliun. Lebih dari 5.000 fasilitas kesehatan (faskes) juga belum dibayar penuh oleh BPJS Kesehatan. "Makanya kita anggarkan Rp 48 triliun yang diharapkan jadi tambahan penerimaan BPJS sehingga dia bisa penuhi kewajiban yang tertunda," katanya. 

Sementara itu, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, berdasarkan data yang dipegang Kementerian Sosial (Kemensos) total Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri mencapai 29 juta jiwa. Sebanyak 19,96 juta orang di antaranya merupakan PBPU kelas tiga. 

Berdasarkan Perpres 75/2019, mereka harus membayar iuran sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan. Nominal ini naik dari sebelumnya, yaitu Rp 25.500 per orang per bulan. 

Nantinya, Juliari menjelaskan, pemerintah berencana mengalihkan sebanyak 19,96 juta orang tersebut menjadi PBI, sehingga iuran mereka akan ditanggung oleh pemerintah. Tapi, biaya yang ditanggung untuk tahun ini tidak akan 100 persen, melainkan selisih antara tarif baru dengan tarif lama, yaitu Rp 16.500 per orang per bulan. "Ini yang menjadi topik permasalahan," ujarnya. 

Apabila diakumulasi, pemerintah pusat berarti harus menganggarkan Rp 3,9 triliun sepanjang 2020 untuk subsidi 19,96 juta peserta mandiri kelas tiga. 

Tapi, Juliari mengatakan, kebijakan ini akan dilakukan secara bertahap, sejalan dengan upaya pemerintah melakukan cleansing data atau penyisiran data kepesertaan BPJS Kesehatan. Penyisiran dilakukan mengingat masih ada inclusion dan exclusion error dalam data PBI yang tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemensos. 

Merujuk pada situs Kemensos, inclusion error adalah kesalahan yang terjadi karena orang yang tidak berhak menerima manfaat tapi masuk database sebagai penerima manfaat. Sedangkan, exclusion error adalah eror yang terjadi karena orang yang berhak menerima manfaat tidak masuk di database sebagai penerima manfaat. "Kami, on going, cleansing data terus," ucap Juliari. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement