REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid menyoroti terkait adanya aturan di dalam draft RUU omnibus law cipta kerja yang memberi kewenangan presiden mencabut peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui peraturan presiden (perpres). Sodik berharap omnibus law tidak membuat fungsi legislasi DPR berkurang, dan DPRD berkurang.
Ia memahami kebutuhan pemerintah terhadap omnibus law. Namun, ia berharap, pemerintah dan DPR tetap menjaga demokrasi dan mencegah memberikan ruang kepada pemerintah menjadi otoriter.
"Jangan sampai memberikan ruang otoriter presiden," kata Sodik di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).
Politikus Partai Gerindra itu memastikan akan menanyakan hal tersebut pada pemerintah pada saat pembahasan nanti. "Tenang saja masih ada waktu di DPR untuk membahas tentang pasal-pasal yang melanggar hierarki undang-undang, yang memberikan ruang otorisasi, melemahkan demokrasi," ungkapnya.
Sebelumnya diketahui di dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 166 yang mengubah pasal 251 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memuat ketentuan bahwa presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden.
Dalam Pasal 251 ayat (1) tertulis, perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau peraturan kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
Sementara Pasal 251 ayat (2) tertulis, Perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan presiden.