REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan ulama dalam lingkaran kekuasaan merupakan pemandangan yang banyak ditemukan dalam sejarah peradaban Islam. Fakta ini pun memunculkan pro dan kontra. Bagi mereka yang tidak setuju, keberadaan ulama di pusaran kekuasaan tidak memberikan pengaruh apapun.
Benarkah demikian? Menurut Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khazin, Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali, justru mempunyai pandangan lain. Dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, dia menjelaska demikian:
ﻓﺎﻟﻔﻘﻴﻪ ﻫﻮ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﺑﻘﺎﻧﻮﻥ اﻟﺴﻴﺎﺳﺔ ﻭﻃﺮﻳﻖ اﻟﺘﻮﺳﻂ ﺑﻴﻦ اﻟﺨﻠﻖ ﺇﺫا ﺗﻨﺎﺯﻋﻮا ﺑﺤﻜﻢ اﻟﺸﻬﻮاﺕ
“Seorang ulama ahli Fikih adalah orang yang mengerti terhadap aturan dalam politik dan jalan tengah antara masyarakat ketika mereka bersengketa dengan hukum syahwat
ﻓﻜﺎﻥ اﻟﻔﻘﻴﻪ ﻣﻌﻠﻢ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻣﺮﺷﺪﻩ ﺇﻟﻰ ﻃﺮﻕ ﺳﻴﺎﺳﺔ اﻟﺨﻠﻖ ﻭﺿﺒﻄﻬﻢ ﻟﻴﻨﺘﻈﻢ ﺑﺎﺳﺘﻘﺎﻣﺘﻬﻢ ﺃﻣﻮﺭﻫﻢ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ
Maka kedudukan ulama ahli fiqih adalah pengajar bagi pemerintah dan pemberi petunjuk baginya menuju jalan mengatur masyarakat, agar urusan keduniaan mereka menjadi teratur
ﻭﻟﻌﻤﺮﻱ ﺇﻧﻪ ﻣﺘﻌﻠﻖ ﺃﻳﻀﺎً ﺑﺎﻟﺪﻳﻦ ﻟﻜﻦ ﻻ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﺑﻞ ﺑﻮاﺳﻄﺔ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﺈﻥ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻣﺰﺭﻋﺔ اﻵﺧﺮﺓ ﻭﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﺪﻳﻦ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺪﻧﻴﺎ
Sepengetahuanku (Al-Ghazali) masalah ini tetap berkaitan dengan agama juga, meski tidak langsung, namun melalui perantara dunia. Sebab dunia adalah ladang amal untuk akhirat. Dan masalah agama tidak sempurna kecuali dengan dunia.