REPUBLIKA.CO.ID, MUSCAT -- Korban virus corona kembali muncul di luar China. Irak dan Oman, telah menonfirmasi kasus virus corona pertama di negaranya.
Dilansir dari AFP di Straitstimes.com, kasus pertama Irak datang dari warga negara Iran yang belajar di kota Najaf. Sementara Oman, kasus pertama datang dari dua orang wanita yang baru saja pulang dari Iran dan terinfeksi virus corona.
Dua orang wanita tersebut tengah berjuang melawan virus corona. Menurut laporan pemerintah setempat, keduanya dalam kondisi stabil.
Atas penyebaran virus tersebut, Oman segera menghentikan penerbangan dari dan menuju Iran. "Menangguhkan semua penerbangan sipil antara kesultanan dan Republik Islam Iran mulai hari ini dan sampai pemberitahuan lebih lanjut," ujar otoritas penerbangan sipil mengatakan dalam sebuah tweet.
Irak yang tengah mengalami penurunan pelayanan kesehatan, sering menampung para peziarah dan pelajar agama dari Iran. Di Iran sendiri virus corona telah menyebabkan 12 orang meninggal dunia sejak wabah tersebut masuk Iran pekan lalu.
Sebagaimana yang dilakukan otoritas Oman, Irak pun melakukan hal serupa. Irak telah memblokir perjalanan ke dan dari Iran sejak negara Islam itu mengumumkan kasus pertama mereka.
Otoritas Kesehatan Provinsi Najaf mengatakan warga negara Iran itu telah masuk Irak sebelum larangan itu diumumkan. Saat ini, pelajar Iran tersebut tengah dikarantina di sebuah rumah sakit di Najaf.
Direktorat pendidikan di Najaf mengatakan, ujian tengah tahun yang sudah dimulai akan dibatalkan sampai pemberitahuan lebih lanjut. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi para siswa di kota Najaf.
Warga negara China telah dilarang memasuki Irak, meskipun negara itu memiliki beberapa perusahaan minyak asal China.
Irak juga menutup satu-satunya perbatasan dengan Kuwait di Safwan, selatan Basra, sejak Ahad malam. Setelah Kuwait mengonfirmasi ada kasus Covid-19 di negaranya.
Sejak dikonfirmasi virus corona, media sosial Irak juga dibanjiri oleh keluhan netizen. Mereka khawatir, bahwa negaranya tidak dapat menghadapi virus tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, banyak rumah sakit di Irak tidak memiliki peralatan dan tenaga medis yang terbatas. Perbandingannya, 10 dokter harus merawat 10.000 pasien.