Rabu 26 Feb 2020 00:14 WIB

RUU KK Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan yang Sistematis

Ada tiga pokok persoalan utama RUU Ketahanan Keluarga.

Rep: Febrianto Adi Saputr/ Red: Agus Yulianto
Aliansi Gerak Perempuan tolak RUU Ketahanan Keluarga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Aliansi Gerak Perempuan tolak RUU Ketahanan Keluarga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi GERAK Perempuan melakukan aksi tolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Pengacara Publik LBH Jakarta Citra Referandum mengatakan, bahwa RUU Ketahanan Keluarga berpotensi menjadi bentuk kekerasan terhadap perempuan yang sistematis.

"RUU ini bermaksud mengembalikan perempuan ke dalam peran-peran domestik dengan beban tanggung jawab pengurusan rumah tangga ke tangan perempuan sebagai istri," kata Citra.

Aliansi GERAK Perempuan melihat ada tiga pokok persoalan utama RUU Ketahanan Keluarga. Pertama, ia menilai, adanya RUU Ketahanan Keluarga dikhawatikan memuculkan tumpang tindih terhadap peraturan perundang-undangan yang lain. 

Citra mencontohkan, tentang perkawinan sudah diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1974. Kemudian pokok persoalan lain yaitu melanggengkan ketidakadilan gender. 

"RUU ini hendak menjiplak orde baru di mana negara mengisolasi perempuan di ruang domestik sebagaimana ideologi ibuisme, menempatkan perempuan sebagai pelayan suami, anak, keluarga, masyarakat, dan negara," ujarya.

Ketiga, RUU Ketahanan Keluarga berpotensi menyangkal keragaman identitas gender dan orientasi seksual. 

Citra menuturkan, dalam draft RUU Ketahanan Keluarga pasal 50 menyebutkan bahwa orientasi seksual selain heteroseksual dan transgender adalah ancaman fisik dan memasukkan homoseksual & biseksual sebagai penyimpangan seksual.

"Atas dasar tersebut, maka kami GERAK Perempuan menyatakan menolak pembahasan RUU Ketahanan Keluarga serta mendesak DPR RI untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU penghapusan kekerasan seksual," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement