Jumat 28 Feb 2020 01:45 WIB

PHRI: Skema Insentif Industri Pariwisata Perlu Diperjelas

Pemerintah memberikan insentif untuk industri pariwisata terdampak virus corona.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah turis asing berfoto bersama saat mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Maulana Surya
Sejumlah turis asing berfoto bersama saat mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyambut positif kebijakan insentif pariwisata yang dikeluarkan pemerintah untuk mencegah dampak pelemahan sektor pariwisata akibat virus corona baru. Namun, skema pemberian insentif masih perlu diperjelas karena menimbulkan kebingungan di antara pelaku usaha.

Wakil Ketua Umum PHRI, Maulana Yusran menyampaikan bahwa sesuai yang diumumkan pemerintah terdapat 33 kota dan kabupaten di 10 destinasi prioritas yang industri wisatanya berhak mendapat insentif. Maulana menilai, dasar pembagian daerah itu harus jelas demi menghindari kecemburuan dan ketimpangan insentif.

Baca Juga

"Pembagian daerah ini harus dipikir karena di setiap destinasi itu ada daerah-daerah yang sebetulnya terdampak tapi secara tidak langsung. Ini masih menimbulkan pertanyaan," ujar Maulana kepada Republika.co.id, Kamis (27/2).

Hal lain yang menjadi sorotan PHRI yakni soal keringanan pajak hotel dan restoran. Maulana mendorong pemerintah pusat untuk menginstruksikan setiap pemerintah daerah di 10 destinasi agar ikut memberikan keringanan pajak dan retribusi hotel dan restoran.

Pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu komponen penting yang menjadi pengeluaran utama hotel dan restoran. Sementara pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengatur kebijakan fiskal daerah.

Maulana menjelaskan, pemerintah kota dan kabupaten harus terlibat aktif untuk ikut membantu pemerintah pusat. Sebab, tanpa ada dukungan nyata, kebijakan pemerintah pusat tidak akan memberikan manfaat bagi industri pariwisata di 10 destinasi tersebut.

"Ini harus ada konsolidasi nasional supaya Pemda ikut membantu. Panggil kepala daerah. Kalau semua sepakat, tentu kita bisa keluar dari situasi ini dengan baik," ucapnya.

PHRI pun menanti langkah nyata dari pemerintah mengenai kebijakan insentif itu. Ia menyebut, beberapa destinasi wisata di luar Jawa tengah dalam kondisi kritis. Salah satunya akibat hilangnya potensi wisatawan mancanegara yang didominasi dari Cina.

"Bagi kami yang terpenting jangan sampai ada PHK (pemutusan hubungan kerja atau bisnis ditutup," kata dia.

Sebagaimana diketahui, pemerintah menyediakan insentif lewat alokasi anggaran sebanyak Rp 298,5 miliar untuk insentif maskapai dan agen perjalanan. Termasuk untuk biaya sewa influencer sebagai media promosi.

Pemerintah juga menyediakan anggaran Rp 443,9 miliar untuk mendorong pergerakan wisatawan domestik. Anggaran itu akan digunakan untuk mensubsidi harga tiket pesawat yang menuju 10 destinasi wisata.

Pemerintah pun mendorong adanya insentif-insentif lain sesuai dengan usulan asosiasi bahwa untuk pajak dan hotel dan restoran di 10 destinasi itu dihilangkan sementara.

Selain itu, terdapat pula berbagai insentif yang disediakan langsung oleh Badan Usaha Milik Negara seperti PT Pertamian untuk diskon avtur serta PT Angkasa Pura II dan II untuk memangkas tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara.

Berbagai paket insentif itu berlaku mulai Maret 2020 di 33 kota dan kabupaten yang masuk ke dalam 10 destinasi wisata prioritas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement