REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai sebuah fenomena, bidah tidak muncul dengan sendirinya. Bidah tak terlepas dari hubungan kausalitas-antara sebab dan musababnya. Kesimpulan itu tampak dengan jelas dalam kitab karya Syekh Mahmud Syaltut, mantan syekh al-Azhar, dalam kitabnya bertajuk Asbab al-Bida' wa-Madlarruha. Namun, dalam kitab itu, istilah bidah dibatasi hanya berlaku pada tuntunan agama.
"Di luar konteks keagamaan, istilah bidah tidak bisa digunakan," ujar Syekh Syaltut. Menurut ulama terkemuka itu, jika merujuk ke sejumlah teks, antara lain, hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, bidah berarti semua perkara yang muncul dan belum pernah dicontohkan Rasulullah akan tertolak.
Maka, jika merujuk pada realitas yang terjadi di masyarakat, bidah ialah segala bentuk ibadah yang belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah. Ibadah-ibadah itu tidak termaktub dalam nash (Alquran dan hadis) yang valid ataupun tersirat dalam berbagai teks keagamaan.
Jadi, menurut Syekh Syaltut, istilah bidah tak bisa diberlakukan pada tradisi di sebuah komunitas atau inovasi-inovasi yang berhubungan langsung dengan hajat hidup manusia. Dalam kitabnya tersebut, tokoh kelahiran Desa Munyah, Bani Manshur, Provinsi Buhairah, Mesir, itu menguraikan sebab-sebab munculnya fenomena bidah dan dampak negatifnya.
Dibandingkan dereten karya yang pernah ditulis Syekh Syaltut, kitab Asbab al-Bid'ah bisa dibilang minimalis, ringkas, dan sederhana. Kitab ini hanya mencakup dua bab utama, yaitu bab tentang faktor pemicu kemunculan bidah sekaligus penyebab penyebaran fenomena tersebut dan ulasan singkat tentang efek negatif serta bahaya bidah.
Syekh Syaltut, yang pernah ditunjuk sebagai pangawas umum Lembaga Penelitian dan Kebudayaan Islam Azhar itu, dalam kitabnya menyertakan bahasan tentang dampak bidah bagi masyarakat. Penyertaan bahasan mengenai efek dari bidah tersebut bertujuan memberi peringatan dan rambu kepada masyarakat agar terhindar dari bid'ah.
"Seorang yang cerdas, bila mengetahui bahaya mengadang, secara sigap niscaya berupaya sekuat tenaga untuk menjauhinya," tulis ulama yang lahir pada 1893 itu.