REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam putusan pada Selasa (3/3), PTUN mengharuskan diteruskannya proses lelang pembangunan sistem jalan berbayar elektronik (ERP/electronic road pricing).
"Ikuti putusan pengadilan. Isi putusannya apa, itu harus dijalankan," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik, Rabu (4/3).
Menurut Taufik, sistem ganjil-genap yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta saat ini tidak bisa lagi mengurai kemacetan. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah wacana sistem jalan berbayar elektronik sudah dibahas dari jauh hari. "ERP kan sudah menjadi keperluan DKI Jakarta, mestinya dari dua tahun lalu sudah dilakukan," ujar Taufik.
Taufik juga menjelaskan, bila Pemprov DKI Jakarta sebagai tergugat tidak menjalankan putusan PTUN, akan ada implikasi hukum. "Sebagai bagian dari pemerintah daerah, seharusnya menaati putusan hakim karena ERP sudah menjadi kebutuhan yang harus segera dijalankan," ujar dia.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya sedang mempelajari implikasi dibatalkannya proses lelang ulang pengadaan ERP atau jalan berbayar di Jakarta oleh PTUN Jakarta. "Tentu semuanya ada implikasi. Namun demikian, saat ini saya sedang mempelajari dokumen putusannya. Karena kan kita baru dapat, kami lagi kaji secara komprehensif dokumennya seperti apa, putusannya apa saja, baru kita akan menentukan sikap," kata Syafrin kepada wartawan di Balai Kota, Rabu (4/3).
Setelah dikaji, lanjut Syafrin, pihaknya akan memutuskan dua hal, apakah menerima atau banding. Sebab, saat ini proses lelang juga belum dimulai, karena pihaknya masih fokus tahap penyusunan dokumen sesuai dengan rekomendasi LKPP untuk adanya perbaikan juga rekomendasi Jamdatun.
Menurut dia, proses sebelumnya harus dilakukan lelang ulang karena itu post bidding. Kalau lelang post biding, lanjut dia, itu berarti otomatis batal. Sebab, dalam proses lelang, ada beberapa kriteria yang sudah ditetapkan dalam pepres tentang barang jasa atau perlengkapan di LKPP tetapi tidak dipedomani hingga post bidding.
Menurut dia, dengan posisi itu, tentu ada konsekuensi hukum di dalamnya jika diteruskan. "Yakni hukumnya pidana. Makanya kan lelang itu setelah kami minta legal opinion dari Kejakgung disarankan untuk dibatalkan karena ada konsekuensi hukum di sana," ujar Syafrin.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta dinyatakan kalah melawan PT Bali Towerindo terkait proses lelang ERP tahun 2019. Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu mengharuskan Pemprov DKI mencabut pembatalan lelang oleh Pemprov DKI Jakarta yang telah dilakukan sejak Agustus 2019.
Dilihat di situs resmi PTUN Jakarta, gugatan tersebut masuk pada 25 September 2019 dengan nomor 191/G/2019/PTUN.JKT. Tergugat sendiri adalah Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Sistem Jalan Berbayar Elektronik Provinsi DKI Jakarta. Dalam putusan yang dibacakan, permohonan gugatan konsorsium SMART ERP yang diwakilkan kepada PT Balitowerindo Sentra Tbk dikabulkan seluruhnya.
"Mengadili dalam penundaan, mengabulkan permohonan penundaan penggugat untuk seluruhnya dan mengabulkan gugatan penggugat untuk mencabut surat pengumuman pembatalan lelang dan menyatakan batal objek sengketa berupa surat pengumuman pembatalan lelang sistem jalan berbayar elektronik tanggal 2 agustus 2019," kata Ketua Majelis Hakim PTUN M Arif Pratomo dalam pembacaan putusannya di gedung PTUN, Jakarta, Selasa.
Arif mengatakan, eksepsi yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mendiskualifikasi peserta lelang ERP tidak diterima. Oleh karena itu, majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan konsorsium Smart ERP. "Dibatalkan dan gugatan dikabulkan secara keseluruhan," kata Arif.
Majelis hakim juga memerintahkan tergugat (Pemprov DKI Jakarta) untuk tidak melakukan lelang ulang hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap yang artinya pengajuan proses lelang jalan berbayar DKI Jakarta dalam status quo.
"Menyatakan bahwa tergugat dilarang melakukan tindakan-tindakan lebih lanjut sehubungan dengan keputusan TUN yang dapat merugikan penggugat, antara lain mengadakan proses pelelangan baru untuk pembangunan sistem jalan berbayar elektronik," kata dia.
PT Smart ERP menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena menghentikan proses lelang ERP pada 25 September 2019 dengan nomor 191/G/2019/PTUN.JKT. Tergugat adalah Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Sistem Jalan Berbayar Elektronik Provinsi DKI Jakarta.