REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Kantor Kepala Hak Asasi Manusia PBB telah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung India atas Undang-Undang (UU) Amandemen Kewarganegaraan yang kontroversial. Namun langkah PBB ini mendapat kritikan dari pemerintah India.
Dilansir Anadolu Agency, Kamis (5/3), dalam permohonan disebutkan, Komisioner Tinggi berupaya melakukan intervensi sebagai pihak ketiga dalam kasus ini, berdasarkan mandatnya untuk antara lain melindungi dan mempromosikan semua hak asasi manusia dan untuk melakukan advokasi yang diperlukan dalam hal itu, yang didirikan berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB. 48/141," bunyi permohonan.
Permohonan itu juga menunjukkan, India memainkan peran penting membuat hak untuk perlindungan hukum yang setara pada tahun 1949. "Sungguh luar biasa bahwa enam puluh tahun kemudian, masalah ini menjadi inti dari pertimbangan Mahkamah Agung (India) saat memeriksa UU Amendemen Kewarganegaraan. Ini menghadirkan kepada Pengadilan Yang Terhormat suatu peluang bersejarah dan unik untuk memberikan makna praktis pada hak fundamental di tingkat domestik," bunyi permohonan menyimpulkan.
Tindakan amandemen kewarganegaraan yang disahkan oleh parlemen India pada Desember 2019 lalu telah memicu protes dan kerusuhan di negara itu. Undang-undang tersebut berupaya memberikan kewarganegaraan kepada umat Hindu, Sikh, Budha, Kristen, Jain, dan Parsis, dan meninggalkan para Muslim yang memasuki India dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan hingga 31 Desember 2014.
Menanggapi langkah PBB, Kementerian Luar Negeri di India, menyatakan, UU Amandemen Kewarganegaraan adalah persoalan internal. "Kami sangat percaya, tidak ada pihak asing yang memiliki locus standi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan kedaulatan India," kata Juru Bicara Kemenlu India, Ravesh Kumar.
Kumar menambahkan, UU tersebut secara konstitusional sah dan mematuhi semua persyaratan nilai-nilai konstitusional. "Ini mencerminkan komitmen nasional kita yang sudah lama berkenaan dengan masalah hak asasi manusia yang timbul dari tragedi Pemisahan India," tambahnya.
Berbagai negara bagian di India termasuk Bengal, Bihar, Punjab, dan Kerala telah mengeluarkan resolusi melawan hukum. Kerusuhan komunal kekerasan atas hukum juga terjadi di New Delhi pekan lalu, sampai menewaskan 47 orang dan melukai lebih dari 250.