REPUBLIKA.CO.ID, Setelah tidak lagi menjadi ibu kota, lantas Jakarta mau menjadi seperti apa? Hal semacam itu yang seringkali ditanyakan sebagian warga, termasuk kalangan pengusaha yang selama ini menggantungkan hidup dari perputaran uang di kota metropolitan ini.
Pemprov DKI Jakarta sendiri telah mendisain Jakarta nantinya sebagai kota bisnis mengingat infrastruktur pendukungnya sudah tersedia baik keuangan, transportasi, serta lokasi/tempat untuk menjalankan berbagai aktivitas usaha.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono mengatakan terdapat tiga program yang menjadi prioritas ke depan yakni transportasi publik, perumahan rakyat, dan pengendalian banjir yang akan direalisasikan sampai dengan tahun 2030.
Ketiga program itu merupakan langkah yang diambil Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis setelah ibu kota negara pindah nantinya.
Menurut dia, untuk mewujudkan program-program itu, Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki bekal yang kuat mulai dari angka kemiskinan 3,4 persen di bawah rata-rata nasional serta pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5,89 persen, di atas rata-rata nasional.
Dalam mewujudkan program itu diperkirakan Pemprov DKI membutuhkan investasi Rp270 triliun, sedangkan kemampuan APBD untuk 2020 saja sebesar Rp87 triliun, sehingga untuk memenuhi kekurangan membutuhkan pembiayaan yang lebih kreatif.
Solusi pendanaan melalui penerbitan obligasi maupun kerja sama dengan pihak swasta/BUMN/ BUMD untuk memanfaatkan dana-dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) yang mungkin menjadi salah upaya kreatif untuk merealisasikan investasi sebesar itu.
Namun, untuk mewujudkan langkah-langkah itu memang membutuhkan perencanaan yang matang serta kerja keras dari sejak sekarang. Hal itu agar ketika ibu kota negara pindah, aktivitas dunia usaha tetap berjalan sesuai dengan rencana menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis.
Pemerintah sendiri menargetkan undang-undang ibu kota negara akan rampung pada pertengahan 2020. Sepatutnya Pemprov DKI juga mempersiapkan diri setidaknya sistem pemerintahan ke depannya seperti apa.
Apakah DKI Jakarta nantinya masih dipimpin seorang gubernur ataukah wali kota, termasuk kepala daerah nantinya masih dipilih rakyat ataukah ditetapkan pemerintah sebagai daerah khusus seperti halnya Kota Yogyakarta.
Hal semacam itulah yang seharusnya mulai dipersiapkan Pemprov DKI Jakarta bersama-sama dengan DPRD sedini mungkin.
Gambaran
Gambaran Jakarta ke depan seharusnya sudah didesain setidaknya untuk jangka lima tahun ke depan. Semua potensi sampai dengan dampak yang ditimbulkan seharusnya sudah masuk ke dalam daftar, termasuk antisipasi penanganan.
Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Muhammad Taufik menunjuk sektor meeting, incentive, conference, exhibition (MICE) merupakan salah satu bisnis yang akan terdampak dari perpindahan ibu kota negara, sedangkan lainnya sektor kuliner.
Taufik mengatakan Pemprov DKI bersama dengan asosiasi seharusnya sudah memperkirakan dampak tersebut, diperkirakan sebanyak 12 ribu pengusaha bakal merasakan langsung kebijakan itu.
Sebagai tahap awal Taufik meminta Pemprov DKI Jakarta segera menyiapkan strategi ke depan termasuk dengan memanfaatkan APBD yang dimiliki. Diperkirakan sebanyak 51 persen APBD dapat dikerjasamakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Apabila alokasinya bisa sebesar Rp120 triliun untuk tiga tahun anggaran, seharusnya sudah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta ke depan, tentunya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Salah satu yang bisa menjadi prioritas adalah sektor pangan. Sebagai contoh pengadaan daging untuk memenuhi kebutuhan Jakarta yang selama ini masih kurang, begitu juga beras dan barang pokok lainnya.
Taufik juga menyarankan Pemprov DKI Jakarta segera mengambil inisiatif bersama dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk mengusulkan sistem pemerintahan ke depan mengingat sejauh ini ada beberapa usulan, namun baru sekedar pembahasan, belum mengerucut sampai kepada rekomendasi.
Penetapan sistem pemerintahan ini penting karena menyangkut kepada kebijakan penganggaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan terutama untuk menggairahkan kembali sektor-sektor terdampak.
Sinergi
Sebelumnya Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi mengatakan harapannya untuk dapat bersinergi dengan Pemprov DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan Jakarta sebagai pusat bisnis , jasa, perdagangan dan pariwisata.
Sebagai upaya mencari solusi terhadap tantangan ke depan, Kadin DKI Jakarta menyelenggarakan Rapimprov dengan menghadirkan nara sumber Pemprov DKI Jakarta pada Kamis (5/2) tujuannya untuk menyelaraskan kebijakan pemerintah daerah dengan sektor usaha ke depan.
Diana optimis dengan pindahnya ibu kota negara ke Kalimantan Timur justru akan membuat Jakarta bangkit menjadi kota bisnis yang mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal ini karena dari segi infrastruktur sudah mendukung ditambah sektor industri dan manufaktur sudah berkembang di Jakarta dan sekitarnya. Sinergi dengan Pemprov DKI Jakarta ini agar perencanaan semakin matang untuk menjadi kota bisnis.
Apalagi tantangan ekonomi ke depan juga kian berat, selain faktor global juga dampak dari virus coronayang menjadi problem di berbagai negara. Sehingga ke depan memang membutuhkan strategi yang matang dan cermat agar upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota bisnis dapat terealisasi.
Kemudian, hal lain yang dapat menjadi peluang bagi sektor usaha adalah pemanfaatan gedung-gedung kementerian dan lembaga yang sudah dipastikan juga akan ditinggalkan.
Namun untuk mewujudkan hal itu harus ada penyesuaian detail rencana tata ruang wilayah provinsi mengingat terdapat beberapa lokasi dari gedung-gedung yang tidak bisa diubah peruntukannya karena menyangkut aspek histori (sejarah).
Agaknya, kerja sama pemerintah dengan dunia usaha memang harus segera diwujudkan untuk membangun Pemprov Jakarta ke depan.
Setidaknya, kalau ingin mewujudkan sebagai kota bisnis maka harus ada kepastian berusaha, setidaknya untuk jangka waktu lima tahun ke depan.