REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah Brent turun satu hari terbesar dalam lebih dari 11 tahun pada akhir perdagangan Jumat waktu internasional atau Sabtu (7/3) WIB. Penurunan harga minyak terjadi setelah Rusia menolak usulan pengurangan produksi curam OPEC untuk menstabilkan harga karena wabah Virus Corona memperlambat ekonomi global dan mengganggu permintaan energi.
Pakta tiga tahun antara OPEC dan Rusia berakhir dengan sengit pada Jumat (6/3). Rusia menolak untuk mendukung pemotongan minyak yang lebih dalam guna mengatasi pecahnya Virus Corona. OPEC merespons dengan menghilangkan semua batasan pada produksinya sendiri.
Hal itu memicu kerugian besar, dengan lebih dari satu juta kontrak minyak mentah AS diperdagangkan pada Jumat (6/3). Harga minyak mentah berjangka AS menetap turun lebih dari 10 persen, persentase kerugian satu hari terbesar sejak 2014. Lebih dari 4,58 juta kontrak minyak mentah AS bulan depan berpindah tangan pekan ini, pekan tersibuk yang pernah ada untuk kontrak tersebut.
Harga minyak mentah berjangka Brent jatuh 4,72 dolar AS atau 9,4 persen, penurunan terbesar sejak Desember 2008. Harga minyak Brent di 45,27 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak Juni 2017.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) anjlok 4,62 dolar AS atau 10,1 persen menjadi berakhir di 41,28 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak Agustus 2016. Itu adalah penurunan persentase harian terbesar untuk WTI sejak November 2014, menempatkan kedua kontrak turun lebih dari 30 persen sepanjang tahun ini.
Jumlah orang yang terinfeksi Virus Corona di seluruh dunia melampaui 100 ribu ketika wabah mencapai lebih banyak negara. Hal ini berdmapak kepada kerusakan ekonomi semakin meningkat. Distrik-distrik bisnis mulai kosong dan pasar saham anjlok.
Perpecahan antara OPEC dan Rusia menghidupkan kembali kekhawatiran jatuhnya harga minyak pada 2014. Saat itu. Arab Saudi dan Rusia berebut untuk pangsa pasar dengan produsen minyak serpih AS, yang tidak pernah berpartisipasi dalam pakta pembatasan produksi.
"Ini bisa menjadi akhir dari aliansi OPEC-Rusia," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. "Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun pada akhir Maret, tidak ada kuota pada produsen OPEC."
OPEC mendorong tambahan pemotongan 1,5 juta barel per hari (bph) sampai akhir 2020.
Negara-negara non-OPEC diharapkan memberikan kontribusi 500.000 barel per hari untuk keseluruhan pemotongan tambahan, kata para menteri OPEC. Kesepakatan baru akan berarti pembatasan produksi OPEC+ sebesar total 3,6 juta barel per hari, atau sekitar 3,6 persen dari pasokan global.