REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tiga hari terakhir publik dikejutkan oleh kasus pembunuhan keji yang dilakukan oleh NF, remaja 15 tahun yang tega membunuh Balita 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Polisi yang mengusut kasus NF ini mengungkapkan, NF mengaku tidak memiliki motif apapun membunuh balita tersebut, dengan kata lain ia hanya terdorong oleh keinginan membunuh, tanpa ada motif lain selain itu.
Yang mengejutkan, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menyebut NF membunuh balita berinisial APA, NF bahkan sempat menaruh jenazah balita di dalam lemari kamar, dan sempat tidur semalam di kamar tersebut. Yusri menyebut NF terdorong oleh tontonan film horor dan kekerasan, yang belakangan diketahui menjadi hobi NF.
Dari tontonan film horor dan berbagai adegan kekerasan itulah, NF diduga terinspirasi dan termotivasi melakukan pembunuhan keji terhadap seorang balita berinisial APA. "Bahwa pengakuan si pelaku ini suka menonton film horor. Bahkan ada satu film Chucky yang menjadi hobinya," ungkap Yusri Yunus, Sabtu (7/3).
Film Chucky adalah tokoh fiktif horor yang digambarkan sebagai sebuah boneka seram dan menjadi pembunuh berantai. Yusri juga mengungkapkan NF juga menggemari film Slenderman, sosok makhluk mistis yang memiliki tangan dan kaki yang panjang dengan setelan jas ala barat.
Bahkan, lanjut Yusri, polisi menemukan kertas gambar, buku catatan dan papan tulis NF yang memperlihatkan sketsa serta sosok Slenderman. Beberapa gambar NF yang lain cukup membuat tercengang. Beberapa gambar memperlihatkan wajah wanita dari samping yang lehernya diikat oleh ikatan pinggang.
Beberapa gambar lain hanya memperlihatkan wajah dengan mata yang khas anime. Selain gambar, polisi juga memperlihatkan kata-kata bahasa inggris di sekitar gambar, seperti "Keep Calm and Give Me Torture" berarti, tetap tenang, dan beri aku siksaan, dan banyak pesan bahasa Inggris lain.
Menanggapi hal itu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengatakan melihat kondisi NF dengan tidak adanya penyesalan dan tidak adanya motif pembunuhan, tidak bisa serta merta disimpulkan NF adalah psikopat. Putu menegaskan butuh langkah pengayaan oleh para ahli dalam hal ini psikolog anak, melihat dan mengetahui lebih dalam terkait kepribadian NF.
"Tidak bisa polisi atau kami tiba-tiba menyimpulkan NF ini psikopat dengan bukti yang ada, butuh sebuah assessment. Karena itu kemarin saya sudah meminta kepada polisi agar NF didampingi oleh psikiater atau psikolog anak, untuk mengetahui lebih jauh kepribadiannya," ungkap Putu Elvina kepada wartawan, Ahad (8/3).
Karena, menurut dia, motivasi dan latar belakang dari seseorang melakukan pembunuhan itu bermacam-macam. Apakah itu bagian dari gangguan mental, ataukah itu murni karena pengatuh dari akumulasi tontonan dan dipengaruhi oleh dirinya untuk bereksperimen. Bahkan sampai sejauh mana seorang remaja dengan ketidakstabilan psikologis dan mentalnya bisa disebut psikopat atau skrizofrenia, itu harus ditangani oleh ahli.
Menurut dia, terlalu dangkal dan sederhana bila disebutkan faktor tontonan bisa mempengaruh seorang remaja sampai membunuh, kemudian disimpulkan ia seorang psikopat. "Karena kalau dia dilabelkan psikopat dan ternyata tidak, jadi menyesatkan. Sedangkan masa depan anak ini masih panjang," imbuhnya. Karena itu polisi harus meminta assessment ke psikolog anak dan psikiater.
Di sisi lain, ia menambahkan ada konsekuensi hukum bila pelaku ditetapkan memiliki penyakit jiwa atau tidak. Kalau ternyata memang ada penyakit mental itu, jalannya asalah harus diobati dan direhabilitasi. Tapi kalau ternyata tidak, tindakan NF tersebut ada konsekuensi hukumnya. Padahal NF sudah secara sadar dan sukarela menyerahkan diri ke polisi.
Dan kalau asumsi polisi bahwa tontonan NF selama ini memang banyak mengandung kekerasan menjadi salah satu indikasi. Putu mengakui memang tontonan pada anak sangat berpengaruh pada perilaku, tapi sejauh mana hingga anak tersebut bisa mengekspresikan perilaku tersebut, seperti yang dilakukan NF itu masih butuh kajian lebih dalam.
Namun KPAI sepakat memang peran orang tua sangat penting memantau apa yang ditonton anak sesuai dengan batas usianya. Hal inilah yang selama ini menjadi konsen KPAI kepada masyarakat, khsususnya pihak keluarga dan orang tua, agar menjaga dan mengawasi tontonan anak. Karena baik secara sadar atau tidak sadar tontonan tersebut sangat berpengaruh pada kepribadian anak kelak.
"Ini menjadi imbauan postitif, kita harus mengawasi anak kita. Kita harus mengawasi tontonan dan gim anak-anak dan keluarga kita, dan juga pergaulan mereka. Jangan sampai mereka menonton tontonan kekerasan, pornografi dan semua yang memiliki pesan negatif bagi anak," imbuhnya.
Pesan positif ini, menurut dia harus tetap disampaikan. Walaupun reaksi terhadap tontonan tidak serta merta pada tindakan kejahatan, namun sebagai upaya pencegahan anak berbuat negatif, langkah ini harus dilakukan.
"Di sinilah peran keluarga dan peran orang tua itu sangat penting," terangnya. Sebab ia mendapat laporan ternyata NF latar belakang keluarga broken home.
Selanjutnya untuk KPAI akan berkoordinasi dengan polisi dan berkomunikasi dengan NF. Karena ancaman pidana ke NF ini cukup tinggi, untuk itu pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Kalau memang hasil pengayaan memiliki gangguan jiwa maka NF bukan subjek hukum, tapi kalau sebaliknya, NF bisa dikenakan pidana kurungan yang cukup berat.
Sebelumnya aksi NF diketahui polisi setelah ia menyerahkan diri ke Polsek Metro Taman Sari Jakarta Barat pada Jumat (6/3) pagi. Aksi pembunuhan tersebut terjadi saat korban main di rumah NF di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (7/3). Pelaku NF meminta korban untuk mengambil mainan yang berada di dalam bak kamar mandi.
Sesaat ketika korban berada di dalam bak, NF langsung menenggelamkannya. Tak hanya ditenggelamkan, NF juga mencekik leher korban saat berada di dalam bak. Setelah bocah itu lemas, NF lantas membawa korban keluar dari dalam bak dna menyimpannya di dalam lemari, hingga akhirnya ia menyerahkan diri ke polisi.