Senin 09 Mar 2020 08:53 WIB

Menjelang Kelahiran Imam Hanafi (4)

Kedua orang tua Imam Hanafi adalah orang yang shaleh dan shalehah.

Menjelang Kelahiran Imam Hanafi . Foto: Imam Hanafi (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Menjelang Kelahiran Imam Hanafi . Foto: Imam Hanafi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  KUFAH -- Banyak hikmah yang dapat dipetik dari kisah pemuda dan apel tersebut. Di antaranya, meninggalkan syubhat, yakni perkara yang samar dan meragukan. Sang pemuda, Tsabit, meragukan kehalalan apel yang didapatkannya tanpa membeli, menanam, ataupun dari pemberian. Ia pun meyakinkan kehalalan terhadap apa yang dimakannya tersebut dengan meminta keridaan sang pemilik.

Tsabit sangat berhati-hati terhadap apa yang ia masukkan ke perutnya. Meski menemukannya di jalan yang seharusnya tak lagi dimiliki orang lain, Tsabit merasa ragu ia akan melanggar hak kepemilikan si pemilik kebun. Ia takut bahwa memakan harta orang lain dapat membawa kemurkaan Allah. Maka, Tsabit pun meminta izin dari sang pemilik apel.

Baca Juga

Allah dalam firmannya pun telah mewanti-wanti Muslimin agar tak terhanyut dengan perkara syubhat. Pasalnya, syubhat sering kali membawa seseorang terjatuh pada keharaman karena meremehkan perkara tersebut. “Katakanlah, tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al-Maidah: 100).

Rasulullah pun menyebutkan dalam hadis An-Nu’man bin Basyir, “Siapa yang terjatuh ke dalam syubhat (perkara yang samar), berarti dia jatuh ke dalam perkara yang haram,” sabda Rasul. Dalam hadis yang lain, Rasulullah juga memerintahkan Muslimin agar meninggalkan segala perkara syubhat. “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.”

Sering kali kita lalai pada perkara syubhat dan tanpa sadar jatuh pada keharaman. Bahkan, tak sedikit pula yang justru dengan sadar melakukan perbuatan yang diharamkan. Dari kisah ini, dapat diambil pelajaran agar berhati-hati dan menjauhkan diri dari segala perkara haram dan syubhat. Setiap Muslim hendaknya melakukan sesuatu yang telah jelas kehalalannya. Setiap makanan, pakaian, harta harus dipastikan kehalalannya.

Selain itu, terdapat hikmah lain yang dapat kita petik dari kisah Tsabit dan gadis yang shalihah, yakni pria saleh akan mendapat atau berjodoh dengan wanita yang shalihah, demikian pula sebaliknya. Tsabit seorang pemuda saleh yang tanpa diduga ia pun menikahi wanita yang sangat shalihah. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik ,dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)...,” demikian (QS an Nur: 26). 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement