REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Amerika Serikat (AS) mulai menarik pasukannya dari Afghanistan. Hal itu dilakukan setelah Washington menandatangani kesepakatan damai dengan Taliban.
“Sesuai dengan Deklarasi Bersama Republik Islam Afghanistan-AS dan Perjanjian AS-Taliban, Pasukan AS Afghanistan (USFOR-A) telah memulai pengurangan personel berdasarkan syarat menjadi 8.600 orang selama 135 hari,” ungkap juru bicara pasukan AS di Afghanistan Kolonel Sonny Leggett pada Senin (9/3), dikutip laman Aljazirah.
AS diketahui memiliki sekitar 14 ribu personel pasukan di Afghanistan. Kendati memangkas jumlah pasukannya, USFOR-A mempertahankan semua sarana dan wewenang militer untuk menuntaskan misinya. Misi tersebut antara lain melakukan operasi kontraterorisme terhadap Alqaidah dan ISIS serta memberikan dukungan kepada pasukan nasional serta keamanan Afghanistan.
“USFOR-A berada di jalurnya untuk memenuhi level kekuatan yang diarahkan sambil mempertahankan kemampuan yang diperlukan,” kata Leggett.
Pekan lalu, pasukan AS masih sempat melancarkan serangan terhadap Taliban di Provinsi Helmand. Padahal saat itu, AS dan Taliban baru saja menandatangani perjanjian damai. Menurut Leggett, serangan tersebut dilakukan setelah anggota Taliban menyerang pos pemeriksaan militer negara itu. “Itu adalah serangan defensif untuk mengacaukan serangan (Taliban),” katanya.
Leggett mengungkapkan AS berkomitmen mewujudkan perdamaian di Afghanistan. Namun, Washington akan membela pasukan Afghanistan jika hal itu memang dibutuhkan.
“Para pemimpin Taliban berjanji kepada komunitas (internasional), mereka akan mengurangi kekerasan dan tidak meningkatkan serangan. Kami menyerukan Taliban menghentikan serangan yang tidak perlu dan menjunjung tinggi komitmen mereka,” ujar Leggett.
Hal itu turut disampaikan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad. “Meningkatnya kekerasan adalah ancaman bagi kesepakatan damai dan harus dikurangi segera,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya tanpa merujuk pada serangan perdana yang dilancarkan pasukan AS.
Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga sempat menjalin percakapan via telepon dengan kepala negosiator Taliban Mullah Baradar pada Selasa (3/3). Ini merupakan pembicaraan pertama pemimpin AS dengan pejabat tinggi Taliban.
Pembicaraan antara Trump dan Baradar berlangsung selama 35 menit. Trump mengaku, percakapannya dengan Baradar berjalan lancar. "Kami melakukan pembicaraan yang sangat baik dengan pemimpin Taliban hari ini," ungkap Trump saat memberikan keterangan kepada awak media.
Trump mengatakan, hubungannya dengan Baradar cukup baik. Namun, dia menolak menjawab pertanyaan apakah percakapan via telepon dengan salah satu pendiri Taliban itu merupakan yang pertama kalinya.
Menurut juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, Baradar dan Trump turut membahas implementasi kesepakatan damai yang ditandatangani kedua belah pihak pada 29 Februari lalu. Terkait hal itu, disinggung perihal keengganan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani membebaskan 5.000 tahanan Taliban.
Hal itu memang turut tercantum dalam kesepakatan. "Baradar menyampaikan kepada Trump, ini adalah hak yang melekat dari Afghanistan bahwa semua poin dari perjanjian ini dilaksanakan sesegera mungkin sehingga perdamaian dapat datang ke Afghanistan," kata Mujahid.
Dalam perjanjian damai yang disepakati AS dan Taliban, diatur tentang penarikan pasukan AS, termasuk NATO, dari Afghanistan. AS, yang selama ini menjadi sekutu Pemerintah Afghanistan dalam memerangi Taliban, memiliki 14 ribu personel militer di negara tersebut.
Sementara, NATO menempatkan 17 ribu personel pasukan. Pasukan mereka harus meninggalkan Afghanistan dalam tempo 14 bulan. Selain penarikan pasukan asing, perjanjian damai juga mengatur pembebasan ribuan tahanan Taliban.
Namun, poin itu ditolak Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Menurut dia, pembebasan tahanan Taliban harus dinegosiasikan. Taliban berkukuh pembicaraan hanya dapat dilakukan setelah para tahanan tersebut dibebaskan.