REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) Budi Rahardjo menyatakan mematuhi ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai investasi perusahaan. Budi menyampaikan, Jasa Raharja tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.
Budi menjamin dana yang dikumpulkan Jasa Raharja dari masyarakat berupa iuran wajib dan sumbangan wajib tidak digunakan untuk biaya operasional. "Alhamdulillah hasil investasi yang ada di Jasa Raharja bisa membiayai biaya operasionalnya," ujar Budi di gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/3).
Budi menyampaikan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah melakukan audit investasi terhadap Jasa Raharja. Investasi itu dinyatakan tidak bermasalah. Budi menjelaskan pendapatan berasal dari iuran wajib seperti seluruh angkutan umum darat, laut, dan kereta api.
Sementara itu, sumbangan wajib dana kesejahteraan itu berasal dari pemilik kendaraan bermotor yang melakukan daftar ulang ke kantor samsat. Budi menyebut sektor iuran berkontribusi hingga 85 persen dari total pendapatan perusahaan.
Corporate Secretary Jasa Raharja Harwan Muldidarmawan menyampaikan, hasil audit BPKP menyimpulkan pengelolaan investasi Jasa Raharja masih sehat dan tidak ada yang pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Aset investasi totalnya 13 triliunan. Itu penyertaan langsung tidak lebih dari 10 persen karena OJK membatasi realisasinya tidak boleh lebih dari 10 persen. Jadi, sekitar 8 persen untuk saham, obligasi, reksa dana. Itu kita ikuti sekali aturan OJK," kata Harwan.
Kendati begitu, Harwan melanjutkan, perusahaan juga harus sensitif dan mengikuti perubahan situasi dari pasar modal yang sangat fluktuatif saat ini. Harwan menilai investasi yang tepat untuk saat-saat ini dialokasikan kepada surat utang negara. Jasa Raharja juga akan mengkaji strategi penempatan investasi supaya mendapatkan hasil investasi yang optimal.
"Sekarang kita mayoritas ada di surat utang negara, presentasi kurang (hapal), sebagian besar di situ. Sda reksadana. Kemudian, saham tidak banyak karena situasi saham di pasar modal itu masih fluktuatif. Selanjutnya ada deposito dan penyertaan langsung," kata Harwan menambahkan.
Menurut Harwan, perusahaan juga memiliki sejumlah rencana bisnis dalam penyertaan langsung. Namun, rencana bisnis ini masih memerlukan proses kajian lebih lanjut. Hal ini tak lepas dari perlunya analisis yang menadalam, terlebih dengan situasi ekonomi makro dan mikro seperti ini.
"Yang pasti, sektor yang menopang dan tidak jauh dari industri asuransi, tapi masih wacana. Nanti kita minta arahan kepada pemerintah atau pemegang saham," ungkap Harwan.
Harwan menyebut 85 persen pendapatan berasal dari iuran dan sumbangan wajib. Sementara itu, sisanya dari hasil pendapatan investasi ketika pada tahun lalu mencapai Rp 6,3 triliun.