Kamis 12 Mar 2020 03:41 WIB

Sleman Kenalkan Pedoman 10 Menit Berantas Jentik

Perlu 10 menit dalam satu hari untuk mengecek lingkungan tempat tinggal.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Anggota Pramuka melakukan pemberantasan jentik nyamuk di kawasan kota Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (6/2/2019).(Antara/Anis Efizudin)
Foto: Antara/Anis Efizudin
Anggota Pramuka melakukan pemberantasan jentik nyamuk di kawasan kota Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (6/2/2019).(Antara/Anis Efizudin)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sejumlah langkah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman untuk tingkatkan pemahaman masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD). Pedoman 10 menit berantas jentik merupakan salah satu yang gencar disosialisasikan.

"Pedoman 10 menit berantas jentik ini yang baru kita masyarakatkan sampai ke bawah," kata Dulzaini kepada Republika.co.id, Rabu (12/3).

Isi pedoman itu sendiri sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gerakan 3M yang selama ini sudah cukup dikenal masyarakat luas. Mulai dari menguras, menutup dan mengubur secara menyeluruh tempat-tempat penampungan air di sekitar.

Tapi, gerakan itu lebih diefisiensikan dengan hanya mengambil 10 menit dalam satu hari untuk mengecek lingkungan tempat tinggal. Fokusnya, lingkungan sekitar yang biasanya menampung air atau jadi tempat air tertampung.

"Kalau ini bisa dibiasakan warga, mau pergi kerja akan disempatkan 10 menit sebelum berangkat untuk mengecek sekitar," ujar Dulzaini.

Dulzaini membenarkan, pedoman 10 menit berantas jentik memang bukan gerakan nasional. Tapi, dikembangkan mulai 2019 karena angka DBD tahun lalu sangat tinggi, tepat siklus empat tahunan yang biasa terjadi di Kabupaten Sleman.

Terlebih, ia mendapati, masyarakat daerah-daerah padat penduduk di Kabupaten Sleman memiliki pemahaman DBD yang sangat kurang. Di kosan atau kontrakan, misal, banyak yang sama sekali tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk.

"Itu yang menjadi pekerjaan rumah kita, Pak Kepala Dukuh harus sering-sering menginformasikan, puskesmas-puskesmas maupun kader-kader harus lebih rajin," kata Dulzaini.

Ia menekankan, Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) didorong tingkatkan frekuensi kunjungan lapangan. Bahkan, Tim Kabupaten mulai dibiasakan turut turun ke kecamatan-kecamatan melakukan monitoring dan evaluasi Tim Pokjanal.

"Kami fokus di waktu-waktu puncak musim hujan, Januari-April, nanti sekitar Oktober-Desember lakukan lagi, sisanya monitoring dan evaluasi, pertengahan tahun kita lihat Tim Pokjanal apakah sudah sesuai pedoman," ujar Dulzaini.

Dulzaini menekankan, Tim Pokjanal harus mampu menganalisa data, rencana tindak lanjut, gambaran penganggaran dan hal-hal terkait. Terus dimasifkan pula pemberantasan sarang nyamuk dengan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik.

Artinya, lanjut Dulzaini, setiap rumah memiliki tanggung jawab melaksanakan Satu Rumah Satu Jumantik. Sedangkan, bimbingan teknis dilakukan puskesmas-puskesmas yang memiliki tanggung jawab di wilayahnya masing-masing.

"Berharap ke depan semua sudah menerapkan, di Kabupaten Sleman itu ada 1.212 dusun, ada 85 desa, jadi memang banyak, tapi kalau lewat Tim Pokjanal, masing masing wilayah ada Tim Pokjanal, tidak mustahil," kata Dulzaini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement