Rabu 11 Mar 2020 18:34 WIB

Sejarawan: Permintaan Maaf Raja Belanda Perlu Disyukuri

Belanda selama ini tidak pernah mengakui agresi militer tentaranya pascaproklamasi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (bawah kiri) dan Raja Belanda Willem Alexander (kedua kanan) didampingi Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti menggunakan pembersih tangan seusai menanam pohon saat kunjungan kenegaraan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). (Antara/Sigid Kurniawan)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (bawah kiri) dan Raja Belanda Willem Alexander (kedua kanan) didampingi Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti menggunakan pembersih tangan seusai menanam pohon saat kunjungan kenegaraan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). (Antara/Sigid Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menilai permohonan maaf Raja Belanda Willem Alexander atas agresi militer Belanda pascaproklamasi menjadi hal yang perlu disyukuri oleh bangsa Indonesia. Asvi menerangkan, pernyataan Raja Willem itu menunjukan kemajuan dari sikap Pemerintah Belanda yang selama ini tidak pernah mengakui kekerasan yang terjadi selama periode 1945-1949.

"Perlu disyukuri, dalam arti ini suatu kemajuan karena selama ini Belanda menganggap bahwa Indonesia itu merdeka tanggal 27 Desember 1949, padahal kita mengatakan 17 Agustus 1945," ujar Asvi saat dihubungi wartawan, Rabu (11/3).

Baca Juga

Asvi mengungkap, selama ini Pemerintah Belanda bersikukuh tindakan tentara Belanda pada periode 1945-1949 itu adalah bentuk polisional. Sebab, mereka menganggap Indonesia saat itu masih wilayah mereka.

Karena itu, Asvi menilai, tidak mungkin bagi Pemerintah Belanda kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

"Karena itu saya juga beranggapan mustahil juga untuk meminta Belanda mengakui Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus karena apa, karena kalau diakui mereka itu berarti tindakan mereka dari 1945 sampai 1949 itu adalah kejahatan perang," ujarnya.

Asvi mengatakan, jika pun pengadilan di Belanda menyidangkan tuntutan korban dari agresi tersebut, namun Pemerintah Belanda hanya mengakui kesalahannya kepada warga negara Belanda.

"Korbannya diberikan kompensasi dan juga mereka minta maaf tapi dengan catatan bahwa di dalalm asumsi pengadilan Belanda ini ilakukan oleh orang Belanda juga, bukan bangsa Indonesia," ujarnya.

Karena itu, terlepas pernyataan Raja Belanda dianggap pernyataan politik semata, namun merupakan kemajuan untuk hubungan Indoensia dan Belanda. Meskipun, selama ini tidak ada masalah dalam hubungan Pemerintah Belanda dan Indoensia.

"Raja Belanda mengatakan minta maaf tidak menyebut minta maaf kepada warga negara Belanda kan, tapi dia minta maap kepada korban kekerasan yang dilakukan tentara Belanda," katanya.

Ia menganggap hal tersebut sebagai kemajuan. "Sangat menyejukkan ketika tentara Belanda itu melakukan kekerasan dan pihak pemerintah dalam hal ini rajanya justru menyatakan minta maaf," ungkapnya.

Raja Belanda Willem Alexander dengan didampingi Ratu Belanda Maxima Zorreguieta Cerruti menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada Indonesia atas kekerasan berlebihan dari bangsa Belanda pada masa penjajahan.

"Selaras dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang berlebihan dari Belanda pada tahun-tahun tersebut,” kata Raja Willem dalam pernyataan pers bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (10/3).

Dalam pernyataan pers bersama, Raja Willem mengatakan, pada tahun-tahun setelah diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terjadi sebuah perpisahan yang menyakitkan dan mengakibatkan banyak korban jiwa. Oleh karena itulah, pemerintahannya merasa perlu menyampaikan permohonan maaf. “Saya melakukan ini dengan kesadaran penuh bahwa rasa sakit dan kesedihan keluarga-keluarga yang terdampak masih dirasakan sampai saat ini,” katanya.

Raja Belanda menambahkan, 75 tahun lalu pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengumumkan proklamasi serta menuntut tempatnya di antara negara-negara yang bebas dan merdeka. “Pemerintah Belanda secara tegas telah mengakui hal ini, baik secara politik maupun secara moral, 15 tahun yang lalu. Hari ini kami dengan penuh kehangatan mengucapkan selamat pada rakyat Indonesia pada saat perayaan 75 tahun kemerdekaan,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement