REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) memprediksi ekspor kopi dari Indonesia ke sejumlah negara berpotensi mengalami penurunan akibat dampak dari wabah virus corona (Covid-19). Penurunan terjadi karena adanya hambatan dalam proses pengiriman.
Ketua Umum Dekopi, Anton Apriyantono, mengatakan, pihaknya telah mendapat laporan dari pelaku ekspor kopi bahwa terdapat hambatan aktivitas. Karena itu, Dekopi tengah menggencarkan pertemuan antara pekebun komoditas kopi bersama para calon pembeli baik dalam maupun luar negeri.
"Angka penurunannya kami belum dapat, tapi secara kualitatif memang benar terjadi hambatan dan akan menurunkan (ekspor)," kata Anton saat ditemui di Gedung Kementan, Rabu (11/3).
Anton menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, tren ekspor kopi memang sudah mengalami penurunan. Data BPS menunjukkan kurun waktu 015-2019, volume ekspor kopi menurun dari 499,6 ribu ton menjadi 359,05 ribu ton. Alhasil dari sisi nilai ikut menurun dari 1,18 juta dolar AS menjadi 883 ribu dolar AS.
Namun, meskipun ada penurunan, konsumsi kopi dalam negeri kian meningkat. "Kita terus pertemukan seller dan buyer. Perusahaan swasta juga kita terus ajak untuk membuka cafe-cafe kopi di Indonesia. Ini sebagai solusi penurunan ekspor," ujarnya.
Mengutip data Kementerian Pertanian, pada tahun lalu sebagian ekspor kopi Indonesia dikirim ke Amerika Serikat sebanyak 52 ribu ton atau 19 persen dari total volume ekspor 2019. Selanjutnya diikuti oleh Malaysia sebanyak 38 ribu ton dan Jepang 30 ribu ton.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan meningkatkan promosi dan agenda pameran kopi Indonesia di 11 negara prioritas mulai tahun ini. Kesebelas negara itu di antaranya Italia, Jerman, Maroko, Korea Selatan, Rusia, Turki, Australia, Cina, Arab Saudi, serta Jepang dan Amerika Serikat.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, saat ini ekonomi Indonesia menghadapi tantangan yang cukup besar. Hal itu terutama akibat perkembangan virus corona yang masih terus menginfeksi penduduk dunia. Bahkan, kata dia, berbagai badan usaha kelas dunia ikut merasa tekanan tersebut.
Terutama, akibat adanya gangguan aktivitas logistik antar negara. Baik melalui udara maupun laut yang digunakan untuk mendistribusikan barang. Di saat yang bersamaan, Cina menjadi salah satu hub perdagangan dari Indonesia ke negara-negara di dunia.
"Indonesia punya nilai ekspor pertanian sekitar Rp 91 triliun tapi kapal-kapalnya tertahan di Cina karena regularship menuju Cina terjadi hambatan," tuturnya.