REPUBLIKA.CO.ID, Hadis atau sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Pandangan ini tak ada yang menyangsikan.
Hadis menjadi penjelas atas ayat-ayat Alquran yang tak sepenuhnya dipahami umat Islam. Sebab, ayat-ayat Alquran tak hanya berisi ayat-ayat yang qath'i (jelas), tetapi banyak pula yang zhanni (samar) sehingga membutuhkan penjelasan terperinci.
Salah satu contohnya adalah shalat. Banyak ayat Alquran yang mengungkapkan perintah shalat. Namun, bagaimana shalat itu dilakukan, hal itu tidak dijelaskan secara perinci. Dari sini, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bagaimana shalat harus dikerjakan. ''Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.'' (HR Bukhari).
Begitu juga dengan perintah berhaji. Rasulullah SAW menjelaskan, ''Ambillah (kerjakanlah) haji itu dari manasik yang aku kerjakan.''
Dari sini, tampak bahwa kedudukan hadis menjadi penjelas terhadap kandungan ayat-ayat Alquran. Karena itu, para ulama sepakat untuk menempatkannya sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Alquran.
Dalam perkembangannya kemudian, sepeninggal Rasulullah SAW, tak ada lagi tokoh sentral yang bisa menjelaskan kandungan ayat Alquran secara lebih mendetail.
Namun demikian, Rasulullah SAW telah meninggalkan 'warisan' berharga bagi umatnya, yakni berupa perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan hukum yang pernah dilakukannya semasa hidupnya, termasuk sifat-sifatnya.
Saat wukuf di Padang Arafah, 9 Zulhijjah tahun 10 H, Nabi SAW bersabda, ''Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara dan tidak akan tersesat kalian selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yakni Kitabullah (Alquran) dan sunnah Rasulullah.''
Hadis di atas menjelaskan betapa pentingnya kedudukan hadis sebagai pedoman bagi umat Islam bila menemukan hal-hal yang belum jelas dalam Alquran.