Sabtu 14 Mar 2020 15:56 WIB

Seminar Pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Uhamka Digelar

Seminar pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Uhamka soroti ekstremisme.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Seminar pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Uhamka soroti ekstremisme. Logo Muhammadiyah.(Antara)
Foto: Antara
Seminar pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Uhamka soroti ekstremisme. Logo Muhammadiyah.(Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muhammadiyah menggelar seminar Pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Prof D Hamka pada Sabtu (14/3) pagi hingga sore. 

Seminar ini bertema 'Ekstremisme Sosial, Keagamaan dan Perdamaian Semesta'. Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqqodas, memberikan pidato sambutan pada pembukaan seminar pra Muktamar Muhammadiyah. 

Baca Juga

Dia menyampaikan bahwa pra seminar ini dilakukan di sejumlah tempat dan melibatkan para pakar lintas disiplin. 

"(Seminar ini digelar) supaya pemikiran yang komprehensif dan prosedural secara demokratis bisa dihimpun Pimpinan Pusat Muhammadiyah," kata Busyro saat memberikan pidato sambutan di seminar pra Muktamar Muhammadiyah ke-48, Sabtu (14/3). 

Dia mengatakan, seminar pra Muktamar juga digelar untuk membuat sebuah desain program kerja PP Muhammadiyah 2020 sampai 2025 pada Muktamar ke-48 di Surakarta. 

Pemikiran-pemikiran akan diintegrasikan dengan pendekatan analisis antara pemikiran-pemikiran yang muncul dari berbagai kegiatan pra seminar ini dengan realitas.

Dia menjelaskan, realitas itu adalah kinerja PP Muhammadiyah, warga Muhammadiyah, dan umat Muhammadiyah se-Indonesia. 

Kinerja PP Muhammadiyah di berbagai struktur termasuk aktivis serta warganya dalam usia 108 tahun menggambarkan proses kristalisasi  pemahaman keagamaan versi Muhammadiyah. 

"Pemahaman keagamaan versi Muhammadiyah yang berpilar pada Alquran dan sunnah Rasul dengan pendekatan ijtihad yang berwatak tajdid," ujarnya.  

Dia juga menyampaikan bahwa keputusan-keputusan Muktamar tidak top down tapi hasil simbiosis mutualisme dari berbagai kalangan dengan tradisi-tradisi pemikiran Muhammadiyah. Tradisi pemikiran Muhammadiyah menggambarkan ilmu amaliah. 

Muhammadiyah terbiasa dengan tradisi amaliah berdasarkan ilmu, yakni ilmu yang didasarkan pada tauhid. Tauhid dalam Muhammadiyah itu tauhid sosial dan tauhid amaliah.   

Dia menambahkan, Muhammadiyah sudah terbiasa dengan berpikir dan beramal. Karena itu kalau pemerintah termasuk Kementerian Agama memerlukan sekelompok sumber daya manusia (SDM) untuk memperkuat dan mempercepat proses-proses pembaruan pemerintahan, ada di Muhammadiyah. 

Sejumlah narasumber dalam seminar pra Muktamar ini dihadirkan di antaranya Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi yang menjadi pembicara utama, dan Dr Richard Daulay dari The International Reformed Theological Institutions. Selain itu ada Dr Izza Rohman Nahrowi  sebagai Wakil Dekan IV FIKIF UHAMKA dan Usman Hamid sebagai Direktur Amnesty International Indonesia serta narasumber lainnya.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement