Ahad 15 Mar 2020 07:21 WIB

Donald Trump Buat Publik Sulit Percaya Bahaya Corona

Donald Trump menyepelekan bahaya virus corona yang menghambat kewaspadaan publik.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
President Amerika Serikat, Donald Trump(AP)
Foto: AP
President Amerika Serikat, Donald Trump(AP)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak khawatir terkena virus corona secara langsung. Dia menyatakan AS berada dalam kondisi yang jauh lebih baik daripada negara-negara lain. Pesan Trump tersebut membuat ahli khawatir.

Keputusan pemimpin negara itu menyepelekan virus corona justru akan berbahaya, bukan hanya kondisi kesehatan, tetapi kepercayaan terhadap pemerintah. Profesor psikiatri di University of British Columbia Steven Taylor mengatakan, sejarah menunjukkan para pemimpin yang berusaha mengelola pandemi tanpa transparansi penuh menghambat warga untuk membantu. Terlebih lagi ketika publik kehilangan kepercayaan, maka mereka tidak akan mendengarkan.

Baca Juga

"Di satu sisi itu menciptakan kecemasan yang meningkat di antara mereka yang meragukan kebenaran yang disampaikan," kata penulis buku The Psychology of Pandemics ini merujuk pada karakter pemimpin tersebut.

Pemimpin yang telah kehilangan kepercayaan warga di sisi lain juga akan meningkatkan jumlah orang yang berpikir semuanya berlebihan. Taylor mengatakan pandemi masa lalu seperti wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2003  telah menunjukkan bagaimana mengecilkan bahaya hanya membantu penyebaran virus. Hal itu karena orang kurang waspada tentang kebersihan, menghindari keramaian, dan melakukan tes.

"China menunda pengumuman tentang SARS dan menunda upaya untuk menahan penyebaran infeksi. Keterlambatan dalam menyampaikan kebenaran tentang pandemi mengakibatkan lebih banyak kasus infeksi dan lebih banyak kematian," kata Taylor.

Pada Senin (9/3), Trump berkicau bahwa virus corona tidak berbahaya seperti flu. "Jadi tahun lalu 37.000 orang Amerika meninggal karena flu biasa. Rata-rata antara 27.000 dan 70.000 per tahun. Tidak ada yang ditutup, kehidupan dan ekonomi terus berjalan. Saat ini ada 546 kasus yang dikonfirmasi dari virus corona, dengan 22 kematian. Berpikir tentang itu!" ujarnya.

Kepala penyakit menular di National Institutes of Health dan anggota gugus tugas Trump tentang virus corona, Anthony Fauci, dua hari kemudian mengatakan, virus itu jauh lebih mematikan. "Ini 10 kali lebih mematikan daripada flu tahunan," katanya ketika ditanya House of Representatives tentang fakta yang akan membantu AS mengukur bahaya.

Menurut peneliti, peristiwa itu menjadi contoh dari komunikasi kontradiktif selama wabah penyakit. Para pemimpin dapat berkomunikasi untuk menjaga keamanan publik, tetapi tidak memberikan transparansi kondisi sebenarnya.

"Sementara media ingin memunculkan ketakutan, Gedung Putih ini bekerja sepanjang waktu untuk melindungi semua orang Amerika dari virus corona," ujar pernyataan Gedung Putih ketika ditanya tentang penyataan-pernyataan Trump.

Trump juga mengatakan tidak memiliki kekhawatiran terkena virus langsung dan AS dalam kondisi lebih baik daripada negara-negara lain. Hal itu membuat beberapa pakar mengkritiknya karena mengecilkan bahaya penyakit dan membuat warga tidak bersiap diri.

Namun, dalam beberapa hari terakhir, berbagai organisasi dan individu di AS termasuk presiden telah mengambil langkah terburu-buru untuk mencoba menghentikan penyebaran. Pemerintah membatasi perjalanan Eropa, membatalkan pertandingan olahraga, menutup tempat hiburan, memutuskan melakukan pengujian skala besar, dan menyatakan keadaan darurat nasional.

Hanya saja, ketika beberapa orang mempersiapkan diri dengan kemungkinan buruk pandemi, sebagian lainnya percaya masalah memang dibesar-besarkan. Beberapa pengguna media sosial menyatakan virus corona hanya omong kosong.

"Media sedang bersemangat untuk mendapatkan Trump. Tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa ini lebih berbahaya daripada flu. Semua orang yang bekerja sama dengan saya menganggap ini lelucon," ujar warga AS Rene Rodriguez.

Mengelola pandemi adalah salah satu tugas terberat bagi seorang pemimpin. Beberapa ahli mengatakan, ada keseimbangan yang baik antara tidak memicu kepanikan sementara juga berbicara dengan jujur tentang bahayanya.

Para pemimpin di beberapa negara yang lebih terpukul oleh virus corona telah membuat pernyataan yang lebih kuat untuk memotivasi warganya. Taylor mencontoh sikap Kanselir Jerman Angela Merkel yang menyatakan hingga dua pertiga dari warga negara itu dapat terinfeksi sejak Rabu (11/3) lalu. Hal itu membuat masyarakat waspada dan membuat keterbukaan pada publik. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement