REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kitab ini, Syekh Abu Fadhol Senory memberikan penjelasan yang cukup sederhana dan membaginya ke dalam lima pasal. Lima pasal tersebut menjelaskan epistemologi Aswaja yang dikembangkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi.
Pada pasal pertama, Syekh Abu Fadhol mengutip pendapat Ar-Ramzi dalam syarah Al Minjah yang menyatakan bahwa ahli bid’ah bersebrangan dengan prinsip ahlu sunnah wal jamaah terkait dengan akidah yang dijunjung Nabi Muhammad, para sahabat, dan generasi setelah mereka.
Menurut Syekh Fadhol, generasi setelah mereka tersebut maksudnya adalah setelah Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi serta para pengikutnya. Karena itu, yang disebut Ahlu Sunnah wal jamaah adalah golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Dia menjelaskan, golongan As’ariyah tersebut masyhur di daerah Khurasan, Irak, Syam, dan berbagai penjuru negeri lainnya. Sedangkan Al-Maturidiyah atau para pengikut Abu Manshur Al-Maturidi terkenal di negeri Turkistan.
Dalam menjelaskan paham Aswaja, dalam kitab ini Syekh Fadhol mengutip banyak pendapat para ulama. Namun, secara keseluruhan Syekh Fadhol membagi Aswaja ke dalam tiga kelompok. Pertama, yaitu ahli hadits. Kelompok ini menggunakan metode dalil-dalil sam’i, yakni Alquran, hadits dan ijmak.
Kedua, kelompok ideologis dan pemikir. Mereka adalah kaum Asy’ariyah dan Hanafiah (Maturidiyah). Kempok ini sepakat untuk menggunakan prinsip-prinsip aqliyah dan sam’iyah (penggunaan dalil aqli dan dalil naqli) terhadap semua hal yang tidak dibahas dalam Alquran dan Sunnah dan yang bisa dijangkau oleh akal.
Ketiga, kelompok ahli rasa dan kasyaf. Mereka yang termasuk kelompok ini adalah kaum sufi. Adapaun prinsip-prinsip mereka di tahap awal adalah sama dengan prinsip ahli fikih dan hadits, tapi pada puncaknya mereka menggunakan kasyaf dan ilham.
Dalam kitab ini juga dibahas penerapan ragam dan karakter kata serta bahasa yang penting untuk dipahami. Pada pasal kedua misalnya, Syekh Fadhol membahas tentang istilah hakiki dan majasi (kiasan). Pasal selanjutnya, ia kemudian menekankan bahwa kata yang datang dari ucapan otoritas syariat (Allah dan Rasulullah), harus diartikan sesuai dengan makna syar’i.
Pada pasal keempat, Syekh Fadhol menjelaskan kata sunnah, karena secara bahasa kata ini kerap diartikan dalam berbagai makna. Pasal kelima, Syekh Fadhol kemudian menjelaskan tentang kata ahlu sunnah wal jamaah yang masuk dalam kelompok kata tradisi (‘urfi).
Menurut dia, Aswaja adalah kata tradisi yang dicetuskan atau dikutip oleh para ulama dari empat golongan yakni golongan ahli hadis, ahli tasawuf, kaum Asy’ari dan Maturidi. Pembahasan runut tentang istilah-istilah di atas akan membuat para pembaca memahami prinsip-prinsip Aswaja secara mudah namun mendalam.
Agar lebih memahamkan pembaca, Syekh Fadhol selanjutnya memaparkan pembahasannya dalam bentuk tanya jawab. Pertanyaan yang dimunculkan dalam kitab ini berasal dari kalangan masyarakat, ulama, maupun intelektual. Sedangkan jawaban yang dikemukakan Syekh Fadhol dibahas dalam bingkai pemahaman Aswaja.