REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi memberikan empat fasilitas fiskal dan nonfiskal terhadap sejumlah produk impor. Kebijakan dilakukan untuk percepatan pelayanan impor barang dalam rangka penanggulangan virus corona (Covid-19).
Fasilitas fiskal yang diberikan adalah pembebasan bea masuk dan cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor. Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilkitas non fiskal berupa pengecualian ketentuan tata niaga impor.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Standar Operasional Prosedur (SOP) Bersama Antara Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 01/BNPB/2020 dan Nomor; KEP 113/BC/2020 tentang Percepatan Layanan Impor Barang Untuk Keperluan Penanggulangan Covid-19.
Dalam surat itu, pemerintah tidak menuliskan secara detail jenis barang yang mendapatkan fasilitas. Penentuan barang dilakukan dengan merujuk pada beberapa dasar hukum yang dituliskan dalam surat.
Salah satu dasar hukum yang tertulis adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102 Tahun 2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Obat-Obatan yang Dibiayai dengan Menggunakan Anggaran Pemerintah yang Diperuntukkan bagi Kepentingan Masyarakat. Fasilitas fiskal dan nonfiskal diberikan kepada empat golongan penerima dengan skema yang berbeda-beda.
Misalnya saja untuk kategori pertama, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Layanan Umum (BLU). Mereka harus mengajukan permohonan rekomendasi pengecualian ke BNPB dalam hal barang impor terkena ketentuan tata niaga impor.
Selanjutnya, BNPB menerbitkan Surat Rekomendasi pengecualian ketentuan tata niaga impor. Kemudian, K/L mengajukan permohonan ke kantor wilayah atau kantor pelayanan umum BC tempat pemasukan. Setelahnya, Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) Pembebasan pun akan diterbitkan.
Apabila barang sudah tiba, K/L harus mengajukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Setelah itu, barang bisa dikeluarkan dari Pelabuhan pemasukan.
Skema tidak jauh berbeda diterapkan ke yayasan/lembaga nonprofit. Hanya saja, untuk tahapan pertama, mereka harus menambahkan pengajuan permohonan rekomendasi pembebasan bea masuk dan/atau cukai. Dokumen ini diserahkan bersama rekomendasi pengecualian ke BNPB dalam hal barang impor terkena ketentuan tata niaga impor.
BNPB akan menerbitkan surat rekomendasi. Setelahnya, yayasan/lembaga dapat mengajukan permohonan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan hingga SKMK pembebasan terbit. Jika barang sudah tiba, yayasan/lembaga mengajukan dokumen PIB. Barulah, barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan pemasukan.
Fasilitas juga diberikan ke perseorangan/swasta, baik dengan tujuan nonkomersial ataupun komersial. Tapi, untuk tujuan komersial, pemerintah hanya memberikan fasilitas pengecualian izin tata niaga impor dengan cara mengajukan permohonan rekomendasi ke BNPB. Selebihnya, mereka tetap harus membayar bea masuk maupun cukai.
Berbeda hal jika perseorangan/swasta ingin mengimpor barang dengan tujuan kegiatan non komersial. Mereka dapat memperoleh fasilitas dengan cara menghibahkan barang ke instansi pemerintah melalui BNPB atau yayasan/lembaga nonprofit yang dibuktikan dengan gift certificate.
Apabila barang dihibahkan ke BNPB selaku pemerintah, maka BNPB akan mengajukan permohonan sesuai dengan skema yang dilakukan K/L. Sementara, skema lain juga berlaku bagi barang yang dihibahkan ke yayasan/lembaga non-profit. Jika proses ini sudah selesai, baru diterbitkan SKMK Pembebasan.
Setelah barang impor tiba, perseorangan/swasta mengajukan dokumen PIB dengan menunjuk BNPB ataupun yayasan/lembaga nonprofit sebagai pemilik barang. Selanjutnya, barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan pemasukan.
Perseorangan/swasta harus menyampaikan laporan realisasi impor dan distribusi kepada BNPB apabila memang dihibahkan ke BNPB. Dalam SK ini, pemerintah menekankan bahwa seluruh proses tidak perlu dilakukan dengan tatap muka. Mulai dari proses permohonan mendapatkan fasilitas dari empat kategori penerima, penerbitan rekomendasi oleh BNPB, penerbitan SKMK pembebasan hingga pengajuan PIB dapat dilakukan online.
SOP berlaku sejak tanggal ditetapkan, yakni Jumat (20/3). "Sampai dengan berakhirnya Masa Keadaan Tertentu Darurat Bencana wabah penyakit akibat Covid-19 yang ditetapkan oleh pemerintah," sebagaimana ditulis dalam SK tersebut.